ILMU NEGARA
A. OBJEK ILMU NEGARA Menurut Kranenburg, obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah negara, dimana dalam ilmu negara diselidiki asal mula, sifat, hakekat dan segala sesuatu yang berkaitan dengan negara. Ilmu Negara menitikberatkan penyelidikannya kepada pengertian negara secara umum. Prof. M. Nasroen SH, dalam hal ini sependapat dengan Kranenburg, menurutnya, sebab wujud dari Ilmu Negara Umum adalah menyelidiki dan menetapkan asal mula, inti sari dan wujud negara pada umumnya. Obyek penyelidikan ilmu negara adalah negara secara umum, sehingga ia sering disebut sebagai ilmu negara umum. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup serta obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah negara dalam pengertian abstrak, terlepas dari waktu dan tempat, bukan suatu negara tertentu yang secara positif ada pada suatu waktu dan tempat tertentu. Ilmu Negara menyelidiki pengertian-pengertian pokok (grondbegrippen) dan sendi-sendi pokok (grondbeginselen) dari negara yang berlaku untuk dan terdapat pada setiap negara. 1. Negara Negara berasal dari bahasa latin, status atau statum yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Hasil Konvensi Montevideo Tahun 1993 menyatakan,bahwa : Negara sebagai pribadi hukum internasional seharusnya memiliki kualifikasi sebagai berikut : a. Penduduk yang menetap. b. Wilayah tertentu c. Suatu pemerintahan d. Kemampuan untuk berhubungan dengan negara-negara lain. Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya, baik militer, politik, ekonomi maupun sosial budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang berbeda dengan bentuk organisasi lain terutama karena hak negara untuk mencabut nyawa seseorang. Fenwick mengatakan bahwa negara adalah suatu masyarakat politik yang diorganisir secara tetap, yang menduduki suatu daerah tertentu dan menikmati dalam batas-batas daerah tertentu suatu kemerdekaan dari pengawasan negara lain, sehingga ia dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di muka dunia. Jika ditinjau dari sudut pandang sosiologi, negara adalah kelompok politis persekutuan hidup orang yang banyak jumlahnya dan terikat oleh perasaaan senasib dan seperjuangan. Membicarakan negara berarti membicarakan masyarakat dan manusia. Untuk dapat menjadi suatu negara maka ada beberapa syarat atau unsur yang harus dipenuhi, yaitu : a. Rakyat Rakyat yaitu sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Oppenheim – Lauterpacht berpendapat bahwa rakyat adalah kumpulan manusia dari kedua jenis kelamin yang hidup bersama merupakan suatu masyarakat, meskipun mereka berasal dari keturunan yang berlainan, menganut kepercayaan yang berlainan, memiliki warna kulit yang berlainan. Selain itu, para ahli yang lain berpendapat bahwa ide atau cita-cita untuk bersatu merupakan sesuatu hal yang sangat penting untuk dapat membentuk suatu bangsa yang akan hidup dalam suatu negara. Oleh karena itu, rakyat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu merupakan unsur yang sangat penting bagi negara. Dahulu orang berpendapat bahwa suatu bangsa hanya dapat dibentuk oleh suatu masyarakat yang berasal dari satu keturunan, satu bahasa dan satu adat istiadat, namun pendapat ini tidak dapat dipertahankan karena tidak terbukti kebenarannya. Misalnya : bangsa Indonesia, Swiss, USA dll terdiri dari masyarakat yang memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda. b. Wilayah tertentu tempat negara itu berada Antara wilayah satu negara dengan wilayah negara yang lain dibatasi oleh batas tertentu. Batas daerah suatu negara dapat terjadi dengan dua cara, yaitu : 1) Terjadi secara alamiah (dibatasi oleh gunung, sungai dll). 2) Ditentukan dengan mengadakan perjanjian dengan negara lain yang berbatasan langsung dengan negara tersebut. Dalam traktat/perjanjian internasional yang diadakan di Paris pada tahun 1919 ditetapkan bahwa udara di atas tanah suatu negara, termasuk wilayah negara tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang termasuk daerah suatu negara adalan : 1) Daratan 2) Lautan. Pada umumnya, lebar laut teritorial adalah 3 mil (5,5 km) yang dihitung dari garis pasang surut atau garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar suatu kepulauan. 3) Udara di atas teritorium daratan dan lautan tersebut. Menempuh atau melintasi wilayah negara asing tanpa ijin dari negara yang bersangkutan dianggap sebagai pelanggaran atas kedaulatan negara tersebut dan tindakan tersebut dapat ditindak secara hukum oleh negara yang bersangkutan. c. Pemerintahan yang berdaulat Pemerintah adalah orang atau beberapa orang yang memerintah menurut hukum negaranya. Utrecht berpendapat bahwa istilah pemerintah meliputi 3 pengertian yang berbeda, yaitu : 1) Pemerintah sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah, dalam arti kata yang luas. Jadi, termasuk semua badan-bnadan kenegaraan yang bertugas menyelenggarakan kesehajahteraan umum yang meliputi eksekutif, yudikatif, legislatif. 2) Pemerintah sebagai gabungan dari badan-badan kenegaraan yang tertinggi yang berkuasa memerintah di suatu wilayah negara, misalnya : Raja, Presiden, Yang Dipertuan Agung (Malaysia). 3) Pemerintah dalam arti kepala negara (presiden) bersama-sama dengan menteri-menterinya, yang berarti organ eksekutif yang umumnya disebut dengan Dewan Menteri atau Kabinet. Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi, yaitu kekuasaan yang tidak berada di bawah kekuasaan yang lain. Pemerintah yang berdaulat berarti : 1) Ke dalam, pemerintah tersebut ditaati oleh rakyatnya, dapat melaksanakan recthsorde (ketertiban hukum) dalam negara sehingga kesejahteraan rakyat terjamin. 2) Ke luar, pemerintah negara tersebut mampu mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan dari pihak lain. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada. d. Pengakuan dari negara lain Unsur ini bukan merupakan unsur atau syarat mutlak terjadinya negara karena unsur ini bukan merupakan unsur pembentuk bagi negara tetapi hanya bersifat menerangkan saja tentang adanya negara. Tanpa pengakuan dari negara lain, suatu negara dapat berdiri. Misalnya : 1) Amerika Serikat memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1776, walaupun Inggris baru mengakuinya pada tahun 1873. 2) Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945, Belanda baru mengumumkan pengakuannya pada tahun 1949. Berkaitan dengan pengakuan dari negara lain, di kalangan ahli hukum internasional terdapat dua teori yang bertentangan, yaitu : 1) Declaratory Theory/Evidentiary Theory (Teori Deklaratif) golongan yang menganut teori ini menyatakan bahwa apabila semua unsur-unsur negara dimiliki oleh suatu masyarakat politik, maka otomatis ia merupakan suatu negara dan harus diperlakukan sebagai negara oleh negara lain. Dengan kata lain, hukum internasional secara ipso facto harus menganggap masyarakat politik yang bersangkutan sebagai suatu negara dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dengan sendirinya melekat padanya. Pengakuan hanya bersifat ‘pencatatan’ dari negara-negara lain bahwa negara baru tersebut telah ada. 2) Constitutive Theory (Teori Konstitutif) Golongan yang menganut teori ini menyatakan bahwa walaupun unsur-unsur kenegaraan telah dimiliki oleh suatu masyarakat politik, namun ia tidak secara otomatis diterima sebagai suatu negara di antara masyarakat internasional. Jika ada pernyataan dari negara-negara lain yang mengakui masyarakat politik tersebut sebagai suatu negara barulah masyrakat politik tersebut benar-benar telah memenuhi semua syarat sebagai suatu negara dan dapat menikmati hak-haknya sebagai suatu negara baru. Unsur rakyat, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat merupakan unsur konstitutif, sedangkan pengakuan dari negara lain merupakan unsur deklaratif. Selain itu, Wright juga mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh suatu negara, yaitu : a. Daerah dengan batas-batas yang ditentukan secara tegas dengan prospek yang wajar untuk mempertahankannya. b. Kekuasaan dengan kemampuan de facto untuk memerintah daerah tersebut. c. Undang-undang atau lembaga-lembaga yang dapat memberikan perlindungan yang layak kepada orang asing, golongan minoritas dan dapat menjamin ukuran keadilan yang patut diantara seluruh penduduk. d. Pendapat umum dengan lembaga-lembaga yang menyalurkannya yang memberikan petunjuk yang layak mengenai keinginan untuk merdeka dan jaminan yang wajar bahwa syarat-syarat yang terpenting yang dikemukakan di atas mempunyai sifat yang tetap. Keberadaan negara,seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar. Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan yang berbeda bagi warganya. Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan jaman atau keinginan masyatakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang Undang haruslah dilakuakan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula. Negara terkecil di dunia adalah Vatikan dengan luas 0,04 km2 kemudian diikuti oleh Monako seluas 1,95 km2, Nauru seluas 21 km2, Tuvalu seluas 26 km2 dan San Marino seluas 61 km2.
B. RUANG LINGKUP ILMU NEGARA Ilmu Negara sebagai suatu pengetahuan telah dikenal sejak zaman Yunani Purba. Ilmu Negara menitikberatkan penyelidikannya kepada negara sebagai organisasi dalam pengertian umum. Georg Jellinek melihat Ilmu Negara dari dua sisi, yaitu : 1. Sisi Tinjauan Sosiologis, terdiri dari : a. Teori Sifat Hakekat Negara b. Teori Pembenaran Hukum Negara c. Teori Terjadinya Negara d. Teori Tipe-tipe Negara 2. Sisi Tinjauan Yuridis a. Teori Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan b. Teori Kedaulutan c. Teori Unsur-unsur Negara d. Teori Fungsi Negara e. Teori konstitusi f. Teori Lembaga Perwakilan g. Teori Sendi-sendi Pemerintahan h. Teori Alat-alat Perlengkapan Negara i. Teori Kerjasama antar Negara C. HUBUNGAN ILMU NEGARA DENGAN ILMU LAIN Suatu ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dengan ilmu pengetahuan lainnya. Tidak mungkin suatu ilmu pengetahuan berdiri sendiri tanpa berhubungan atau dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan lainnya. Ilmu Negara merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Sosial seperti halnya Politik, Hukum, Kebudayaan dll. Semua Ilmu Pengetahuan pada akhirnya akan berinduk pada ilmu pengetahuan induk (mater scientarium) yaitu filsafat. Oleh karena itu Ilmu Negara juga tidak dapat berdiri sendiri dan harus bekerja sama dengan ilmu pengetahuan lainnya. Selain memiliki hubungan yang bersifat umum dengan ilmu pengetahuan lainnya, maka Ilmu Negara juga memiliki hubungan yang bersifat khusus dengan ilmu pengetahuan sosial tertentu yang memiliki obyek penelitian yang sama, yaitu negara. Dalam hal ini maka Ilmu Negara memiliki hubungan yang khusus dengan Ilmu Politik, Ilmu Hukum Tata Negara, Ilmu Perbandingan Hukum Tata Negara
b. Segi Manfaat Ilmu negara tidak mementingkan bagaimana caranya suatu hukum itu harus dilaksanakan, oleh karena itu ilmu negara lebih mementingkan negara secara teoritis sedangkan Hukum Tata Negara dan Hukum administrasi Negara lebih mementingkan segi prakteknya. Selain itu, para ahli juga ada yang menyampaikan pendapat mereka mengenai hubungan antara HTN dengan Ilmu Negara, diantaranya adalah : a. Dasril Radjab a menyimpulkan bahwa ilmu negara merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi dasar teoritis yang bersifat umum bagi Hukum Tata Negara. Oleh karena itu untuk dapat mengerti Hukum Tata Negara harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan secara umum tentang negara (Ilmu Negara). Dengan demikian, Ilmu Negara dapat memberikan dasar-dasar teoritis untuk Hukum Tata Negara positif dan Hukum Tata Negara merupakan penerapan di dalam kenyataan bahan-bahan teoritis dari Ilmu Negara. b. Jellinek Berdasarkan sistematika Jellinek maka jelaslah hubungan antara HTN dengan ilmu negara, yaitu keduanya merupakan bagian dari staatswissenschaft dalam arti luas.
D. SISTEMATIKA ILMU NEGARA Georg Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Staatslehre menciptakan suatu sistematis yang lengkap dan teratur dari Ilmu Negara. Menurut Jellinek, Ilmu Kenegaraan (Staatswissenschaft) dapat dibedakan dalam dua : yaitu : 1. Staatswissenschaft dalam arti sempit Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara dimana titik berat pembahasannya terletak pada negara sebagai objeknya. Staatswissenschaft dalam arti sempit dapat dibedakan lagi ke dalam :
F. ILMU NEGARA KHUSUS REPUBLIK INDONESIA Dalam klasifikasi Jellineck, ilmu negara umum (algemeine staatsleer) bersifat teoritis, abstrak dan universal, sedangkan ilmu negara khusus lebih dekat kepada realitas ketatanegaraan suatu negara. Ilmu negara khusus adalah ilmu negara teoritis yang khusus berlaku hanya untuk satu negara tertentu saja. Melalui pendekatan deduktif, ilmu negara khusus menjangkau permulaan dari HTN positif sehingga ada hubungan antara ilmu negara umum dan HTN positif. Menurut Padmo Wahyono, teori ilmu negara umum yang bersifat universal merupakan hasil perbandingan dari teori-teori ilmu negara khusus dengan menghilangkan sifat-sifat khusus yang akan diperoleh suatu abstraksi universal. Ilmu negara khusus merupakan embrio dari HTN positif. Ilmu negara khusus merupakan komplementer (pelengkap) bagi ilmu negara umum. BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU NEGARA Ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil pemikiran manusia dan manusia mempunyai kebebasan untuk menyatakan pemikirannya. Ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai lambang utama dari kemajuan. A. ZAMAN YUNANI PURBA Pengetahuan dan penyelidikan tentang negara mulai ada sejak zaman Yunani Purba. Bangsa Yunani memang dikenal sebagai bangsa yang pertama kali memiliki peradaban yang sangat tinggi. Sejak Yunani Purba mengenal pemerintahan yang demokratis, setiap orang bebas mengemukakan pendapatnya. Saat itu, negara masih bersifat polis-polis atau the Greek State. Keberadaan polis pada awalnya merupakan suatu tempat di puncak bukit dimana orang-orang mendirikan rumah dan tempat tersebut kemudian dikelilingi dengan tembok untuk menjaga penduduknya terhadap serangan musuh dari luar. Polis merupakan organisasi yang tertinggi. Polis tidak hanya mengatur hubungan antar organisasi yang ada dalam polis, tetapi juga mengatur kehidupan pribadi warganya. Oleh karena polis identik dengan masyarakat negara atau negara maka polis merupakan negara kota (standstaat/citystate). Pemerintahan di dalam polis merupakan demokrasi langsung (directe democratie/direct democracy/klassieke democratie) dimana rakyat dalam polis ikut secara langsung menentukan kebijaksanaan pemerintah (direct government by all the people). Hal ini dapat terjadi karena dua alasan, yaitu : 1. Pengertian kota identik dengan negara dengan wilayah yang sangat terbatas. 2. Jumlah penduduk masih sangat sedikit. Oleh karena itu, salah satu ciri dari demokrasi adalah turut sertanya rakyat dalam pemerintahan dan turut sertanya rakyat secara langsung berasal dari zaman Yunani Purba. Dengan turut serta secara langsung dalam pemerintahan berarti rakyat melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Pada saat itu, yang disebut ”rakayt” adalah warga kota (citizen) yang merupakan sebagian kecil dari penduduk Athena. Menurut Mac Iver, dalam bukunya The Web of Government, citizen adalah city dwellers yang berada di daerah Athena. Sedangkan pengawasan rakyat dijalankan dengan musyawarah rakyat (Yunani : ecleseia, Romawi : cometia). Pada zaman Yunani Purba terdapat beberapa filsuf yang pemikirannya banyak mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan di dunia saat ini, diantaranya adalah : 2. Socarates ( ± 470 – 399 AD) Kemenangan bangsa Yunani terhadap Persia meninggikan martabat dan menimbulkan perasaan bangga pada diri bangsa Yunani. Disamping itu, bangsa Yunani mulai menikmati kemakmuran yang dihasilkan dari perdagangan. Namun, para pejabat negara Yunani mulai melupakan tugas mereka, bertindak sewenang-wenang, korupsi dan tindakan-tindakan lainnya yang dirasakan oleh warga negaranya sebagai tindakan yang sangat tidak adil. Pada saat itu banyak bermunculan filsuf dari luar negeri terutama dari Asia kecil yang datang ke Yunani untuk menjual ilmunya. Mereka termasuk ke dalam golongan kaum Sophis, dan aliran mereka disebut Sophisme. Sophis berasal dari kata sofia/sophia yang artinya bijaksana/kebijaksanaan. Namun, tindakan kaum Sophis sangat tidak bijaksana karena mereka menyebarkan dan menganjurkan paham mengenai hukum, keadilan serta negara yang bersifat merusak masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Thrasymachus bahwa keadilan merupakan keuntungan atau apa yang berguna daripada yang lebih kuat. Dalam keadaan demikan, munculah Socrates dengan metode dialektis/tanya jawab (dialog) yang mencoba mencari pengertian-pengertian tertentu, dasar hukum dan keadilan objektif yang dapat diterapkan kepada setiap orang. Menurut Socrates, dalam hati kecil setiap manusia terdapat hukum dan keadilan sejati sebab setiap manusia adalah bagian dari nur/cahaya Tuhan. Walaupun seringkali tertutup oleh sifat-sifat buruk namun rasa hukum dan keadilan sejati dalam hati kecil manusia tetap ada. Hal ini dapat dipahami sebab dalam ajaran agama Islam dikatakan bahwa Allah meniupkan ruhnya kepada manusia, berarti dalam diri manusia ada sebagian kecil ruh Allah. Dalam agama Katolikpun dikatakan bahwa manusia adalah anak Allah dan mempunyai dimensi Ilahi. Oleh karena itu dalam diri setiap manusia pasti ada unsur kebaikan. Selanjutnya, Socrates berpendapat bahwa negara bukanlah organisasi yang dibuat untuk kepentingan pribadi. Negara adalah suatu susunan yang objektif bersandarkan kepada sifat hakikat manusia dan bertugas untuk melaksanakan hukum yang objektif yang memuat keadilan bagi masyarakat umum. Oleh karena itu negara harus berdasarkan keadilan sejati agar manusia mendapatkan ketenangan. Namun, ajaran Socrates dianggap membahayakan negara dan Socrates dijatuhi hukuman mati dengan diperintahkan untuk meminum racun. 3. Plato ( 429 – 347 AD) Plato merupakan murid Socrates dan mendirikan sekolah mengenai ilmu filsafat yaitu Academia. Berbeda dengan Socrates, Plato meninggalkan beberapa buku, termasuk buku yang berisi tanya jawabnya dengan Socrates. Buku karangan Plato yang terpenting adalah : a. Politeia (The Republic) tentang Negara b. Politicos ( The Stateman) tentang ahli Negara Dalam Politikos dibedakan antara penguasa dengan ahli Negara. Ahli Negara yang sejati harus menjalankan pendidikan ke arah kebijaksanaan, keadilan dan berpendirian sesuai dengan Politeia. c. Nomoi (The Law) mengenai undang-undang. Buku karangan Plato lainnya adalah : a. Gorgias mengenai kebahagiaan b. Sophist mengenai hakikat pengetahuan c. Phaedo mengenai keabadian jiwa d. Phaedrus mengenai cinta kasih. e. Protogoras mengenai hakikat kebajikan. Plato meneruskan ajaran Socrates. Dalam ajaran tunggalnya, yaitu Politeia digambarkan adanya suatu negara sempurna (ideale staat). Oleh karena itu ajaran Plato disebut Idealisme. Menurut ajara Plato, dunia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Dunia cita yang bersifat immateriil ® idea atau kenyataan sejati berada di alam cita yang berada di luar ’dunia palsu’. b. Dunia alam yang bersifat maeriil ® dunia fana yang bersifat palsu. Dunia cita bersifat sempurna dan sejati, sedangkan dunia alam bersifat palsu dan tidak sempurna oleh karena itu apa yang ada di dunia alam harus diusahakan mendekati bentuk yang sempurna yang ada dalam dunia cita. Pandangan Plato bersifat normatief karena ia menghendaki bangunan di dunia alam sama dengan dunia cita. Berkaitan dengan dunia cita, maka cita-cita mutlak dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Logika atau cita kebenaran (idee der waarheid) b. Estetika (asthetica) atau cita keindahan dan kesenian (idee der schoonheid) c. Etika (ethica) atau cita kesusilaan Menurut Plato, asal mula negara adalah karena banyaknya kebutuhan hidup dan keinginan manusia dan manusia tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan dan keinginannya. Oleh karena itu kemudian manusia bekerja sama dan mendapat pembagian tugas sesuai kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya. Negara merupakan satu keluarga besar, satu kesatuan,oleh karena itu negara harus dapat memelihara dirinya sendiri. Agar dapat memelihara dirinya sendiri maka luas suatu negara harus diukur. Suatu negara tidak boleh memiliki luas yang tidak diketahui. Negara yang ada di dunia bersifat tidak sempurna karena hanya merupakan bayangan dari negara yang sempurna (de ideale staat) yang ada dalam dunia cita. Dunia cita merupakan bagian dari filsafat. Tujuan negara adalah untuk mempelajari, mengetahui dan mencapai cita yang sebenarnya. Tujuan manusia dalam negara adalah mencapai good life (kebahagiaan, sempurna), Untuk mewujudkan negara yang sempurna ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Socrates mengemukakan dua buah syarat, kemudian Plato menambahkan satu syarat lagi. Syarat-syarat tersebut adalah : a. Negara harus dijalankan oleh pegawai yang terdidik khusus. b. Pemerintahan harus dijalankan untuk kepentingan umum. c. Rakyat harus mencapai kesempurnaan kesusilaan. Selanjutnya, dalam bagian kedelapan dari Politeia, Plato menguraikan tentang bentuk negara, dimana negara dapat dibedakan dalam lima macam, yaitu : a. Aristokrasi (Aristocratie/aristocracy) ® Aristoi ≈ cerdik pandai/golongan ningrat dan Archien/cratia ≈ memerintah. Jadi, aristokrasi adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah cerdik pandai yang memerintah berdasarkan keadilan. Jika ternyata kemudian golongan tersebut memerintah demi kepentingan golongannya sendiri Aristokrasi adalah pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah kecil cerdik pandai yang memerintah berdasarkan keadilan. b. Oligarhi (Oligarchie/oligarchy) ® oligos ≈ sedikit, kecil dan archien ≈ memerintah. Apabila golongan kecil itu memerintah dan memperoleh kekayaan yang berlimpah sehingga timbul hak-hak milik pribadi, maka lahirlah timokrasi. c. Timokrasi (timocratie/timocraty) ® berasal dari kata plutos (kekayaan) dan criteria (memerintah) d. Demokrasi (democratie/democracy) ® berasal dari kata demos (rakyat) dan cratein (memerintah). Jika rakyat salah dalam menggunakan hak dan kemerdekaannya maka hal tersebut akan melahirkan apa yang disebut anarki (anarchie). Anarki berasal dari kata a artinya tidak dan archien artinya memerintah. Jadi, tanpa ada pmerintahan maka keadaan akan kacau balau (chaos). Keadaan ini memerlukan seorang pemimpin yang dapat bertindak dengan keras dan tegas dan hal ini melahirkan tirani. e. Tirani (tyranie/tyrany) ® yaitu suatu pemerintahan yang dipegang oleh seorang tiran yang bertindak sewenang-wenang sehingga sangat jauh dari cita-cita tentang keadilan. Menurut Plato, timbulnya masyarakat adalah karena saling membutuhkan, oleh karena itu masyarakat saling bertukar jasa. Masyarakat adalah susunan manusia dimana setiap anggota harus memberi dan menerima. Negara harus memperhatikan pertukaran timbal balik tersebut dan harus berusaha sebaik-baiknya. Dalam sistem ini, manusia bertindak sebagai penyelenggara berbagai macam tugas yang diperlukan dan harga mereka bagi masyarakat tergantung dari nilai pekerjaan yang mereka lakukan. Yang terpenting bagi setiap individu adalah suatu kedudukan yang memungkinkan mereka untuk berbuat sesuatu. Pertukaran jasa menimbulkan asas pembagian kerja dan pengkhususan tugas yaitu diferensiasi kerja dan spesialisasi. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda, oleh karena itu pekerjaannya disesuaikan dengan bakat yang dimilikinya. Keadilan sosial menurut Plato adalah suatu prinsip dari suatu masyarakat yang terdiri dari manusia yang berbeda-beda yang bersatu karena saling membutuhkan dimana setiap orang harus melakukan pekerjaannya dan menerima apa yang menjadi haknya. Pembagian kerja dan spesialisasi tugas di lapangan merupakan syarat bagi kerjasama dalam masyarakat. Berdasarkan pokok-pokok teorinya dapat diketahui dasar alasan Plato mengemukakan negara utopia tentang asal usul negara. Berkaitan dengan asal mula negara maka dapat ditarik garis paralel antara sifat negara dengan sifat manusia yang menimbulkan tiga macam sifat yaitu kebenaran, keberanian dan kebutuhan. Hal ini pada akhirnya menimbulkan tiga kelas dalam negara utopia (ideal-etis), yaitu : a. The Rulers (penguasa) ® yaitu golongan pegawai yang terdidik khusus yang merupakan pemimpin negara yang mengusahakan tercapainya kesempurnaan. Para penguasa disebut juga Philosopher King. Oleh karena itu menurut Plato, negara harus dipimpin oleh orang yang bijaksana. b. The Guardians (pengawal negara) ® yaitu mereka yang menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan keselamatan negara. c. The Artisan (para pekerja) ® yaitu mereka yang menjamin tersedianya makanan bagi golongan penguasa dan pengawal negara. Berkaitan dengan asal-usul negara, menurut Plato, negara tumbuh dibaginya atas berbagai taraf, yaitu : a. Plato berpendapat bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, untuk hidup manusia memerlukan bantuan dari mahluk lain. b. Karena manusia tidak dapat hidup sendiri maka manusia berkumpul untuk merundingkan cara untuk memperoleh bahan-bahan primer (sandang,pangan dan papan). Kemudian terjadilah pembagian pekerjaan dimana setiap orang harus menghasilkan sesuatu lebih dari yang diperlukan sendiri untuk kemudian ditukarkan dengan orang lain. Hal in imenimbulkan berdirinya desa. c. Antara desa dengan desa terjadi kerjasama dan seterusnya sehingga kemudian terbentuk negara. Antara negara yang satu dengan negara yang lainnya juga saling membutuhkan sehingga terjadilah hubungan internasional. Menurut Plato, ada tiga masalah penting yang harus diperhatikan, yaitu : a. Harus ada an organic unity in social life. Dalam masyarakat harus ada satu kesatuan yang organis. Namun, kesatuan ini sering terganggu oleh adanya dua penyakit masyarakat, yaitu penyakit property dan family relationship. Penyakit inilah yang seringkali menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. b. Harus ada systematic education Stabilitas negara terletak dalam sistem pendidikan. Watak yang baik diperoleh dengan memulai pendidikan di masa kanak-kanak dan meneruskan pendidikan sesuai dengan taraf umur dan jiwanya. c. Harus ada rational basic of aristocracy government Pemerintahan harus dikendalikan oleh manusia-manusia yang berilmu dan berpengetahuan. 4. Aristoteles (384-322 AD) Aristoteles adalah murid Plato. Ia seorang filsuf yang mempunyai banyak pengaruh pada abad pertengahan. Aristoteles pernah ditugaskan oleh raja Philippus untuk mendidik Iskandar Dzulkarnain (342AD). Pada tahun 335 AD ia kembali ke Yunani dan mendirikan sekolah Lyceum di Yunani. Aristoteles melanjutkan pemikiran idealisme Plato ke realisme. Oleh karena itu filsafat Aristoteles adalah ajaran tentang kenyataan (ontology) yaitu suatu cara berfikir yang realistis dan metode penyelidikannya bersifat induktif empiris. Aristoteles dijuluki sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan Empiris (Vader der Empirische Wetenschap). Aristoteles tidak membagi dunia ke dalam dua bagian seperti Plato. Ia hanya mengakui adanya satu dunia. Buku yang dikarang oleh Aristoteles berdasarkan penyelidikannya adalah : a. Ethica atau Nicomachean Etics Ethica merupakan pengantar bagi politica b. Politica Politica terdiri dari 8 buku, antara lain membicarakan tentang bentuk Negara, undang-undang, hubungan sosial dan hal lain yang bersifat riil. c. Rhetorica Dalam rhetorica, Aristoteles berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan. Hukum mempunyai tugas murni, yakni memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Aristoteles sependapat dengan Plato mengenai tujuan Negara. Dimana Negara bertujuan untuk : a. Menyelenggarakan kepentingan warga Negara b. Berusaha supaya warga Negara hidup baik dan bahagia (good life) didasarkan atas keadilan. Keadilan itu memerintah dan harus ada dalam Negara. Berkaitan dengan terjadinya Negara, menurut Aristoteles, manusia berbeda dengan hewan sebab hewan dapat hidup sendiri sedangkan manusia sudah dikodratkan untuk hidup dengan manusia lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membutuhkan manusia lain. Manusia merupakan Zoon Politicon. Manusia dapat hidup berbahagia di dalam dan karena Negara. Oleh karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari Negara karena merupakan bagian dari Negara atau masyarakat. Dengan demikian, negaralah yang utama. Paham ini disebut universalism bukan collectivism. Oleh karena itu tujuan Negara adalah kesempurnaan warga yang berdasarkan atas keadilan, keadilan memerintah dan harus menjelma di dalam Negara. Selain itu, hukum berfungsi untuk memberi kepada manusia setiap apa yang menjadi haknya. Artistoteles berpendapat bahwa dalam setiap negara yang baik, hukumlah yang mempunyai kedaulatan tertinggi, bukan orang perorangan. Aristoteles menyukai penguasa yang memerintah berdasarkan konstitusi dan memerintah dengan persetujuan warganegaranya, bukan pemerintah diktatur. Menurut Aristoteles, pemerintahan yang didasarkan konstitusi mengandung tiga unsur, yaitu : a. Pemerintahan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan perorangan atau golongan saja. b. Pemerintahan yang dijalankan menurut hukum, bukan sewenang-wenang. c. Pemerintahan yang mendapatkan persetujuan dari warga negaranya, bukan suatu despotisme yang hanya dipaksakan. Selanjutnya, menurut Aristoteles, berkaitan dengan bentuk Negara, terdapat 3 bentuk dasar, yaitu : a. Bentuk cita (ideal form) ð bentuk cita dapat terjadi jika pemerintahannya ditujukan kepada kepentingan umum yang berdasarkan atas keadilan, dan keadilan tersebut harus menjelma di dalam Negara. Terdapat 3 macam bentuk Negara yang termasuk ke dalam bentuk cita yang didasarkan pada ukuran kuantitatif, yaitu mengenai jumlah orang yang memerintah, yaitu : 1) Pemerintahan satu orang (one man rule) ð monarchi. 2) Pemerintahan beberapa/sedikit orang (a few man rule) ð aristokrasi. 3) Pemerintah orang banyak dengan tujuan untuk kepentingan umum (the many man or the people rule) ð politeia, polity atau republic. b. Bentuk pemerosotan (corruption or degenerate form) ð bentuk pemerosotan dapat terjadi apabila pemerintahannya ditujukan kepada kepentingan pribadi dari pemegang kekuasaan, timbulnya kesewenang-wenangan dan diabaikannya kepentingan umum dan keadilan. Bentuk Negara yang termasuk dalam bentuk pemerosotan juga ada 3 macam yang didasarkan pada ukuran kualitatif yaitu berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu: 1) Bila kepentingannya didasarkan pada kepentingan satu orang secara sendiri untuk kepentingan pribadi ð tirani/despotie 2) Bila tujuannya didasarkan pada kepentingan segolongan orang atau beberapa orang ð oligarchi, clique form atau plutocrasi (plutos : kekayaan, cratein/cratia : memerintah ð pemerintahan dimana pimpinan Negara berada di tangan segolongan orang kaya). 3) Bila tujuannya didasarkan tidak untuk kepentingan rakyat seluruhnya tetapi nama rakyat yang dipakai ð demokrasi. c. Bentuk gabungan (mixed form) antara bentuk cita dengan bentuk pemerosotan Dalam kenyataannya, bentuk Negara cita tidak pernah terlaksana, melainkan selalu menjadi bentuk campuran. Oleh sebab itu dalam kenyataannya bentuk Negara dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Bentuk Negara campuran (mixed form) b. Bentuk Negara pemerosotan (corruption or degenerate form). 5. Epicurus (342-271 AD) Pendapat Epicurus menyimpang dari pendapat umum yang ada di Yunani saat itu. Menurut pendapat Epicurus, masyarakat ada karena adanya kepentingan manusia sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakat sebagai satu kesatuan tetapi manusia-manusia itu yang merupakan bagian dari masyarakat. Manusia sebagai warga di dalam Negara dimisalkan sebagai sebutir atom atau sebutir pasir, jadi bersifat atomistis, hanya memikirkan hidup untuk diri sendiri. Pandangan ini disebut pandangan yang bersifat individualistis. Berdasarkan pandangan individualistis, Epicurus berpendapat bahwa terjadinya Negara disebabkan karena adanya kepentingan perorangan. Dan tujuan Negara adalah menjaga tata tertib dan keamanan dalam masyarakat dan tidak memperdulikan macam, sifat atau bentuk Negara. Sedangkan tujuan masyarakat adalah kepentingan pribadi. Agar tidak timbul perselisihan diantara warga maka dibuatlah undang-undang sebagai hasil dari suatu perjanjian. 6. Zeno ( ± 300 AD) Zeno merupakan pemimpin aliran filsafat Stoazijnen (stoa : jalan pasar yang bergambar/beschilderde marktgaanderij) yang hidup dalam zaman yang serba sulit, sama dengan Epicurus. Zeno mengajarkan pahamnya kepada murid-muridnya di jalan yang bergambar. Aliran stoazijnen menimbulkan hukum alam (natuurrecht) atau hukum asasi dalam kebudayaan Yunani. Ajaran hukum alam membedakan alam menjadi dua bagia, yaitu : a. Kodrat manusia (natuur van de mens) Kodrat manusia dilihat kepada sifat-sifat manusia. Yaitu kodrat yang terletak dalam budi manusia yang merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dari manusia, dan budi itu bersifat tradisional. Agama bersifat pantheistisch (pan : dimana-mana; theos :Tuhan ð Tuhan ada dimana-mana). Dengan demikian, agama meyakini bahwa Tuhan ada dimana-mana. Tuhan merupakan kodrat itu sendiri. Manusia merupakan bagian dari kodrat, otomatis, manusia merupakan bagian dari Tuhan sehingga budi manusia merupakan bagian dari budi Tuhan. Oleh karena Tuhan bersifat abadi maka budi Tuhan juga bersifat abadi, budi manusiapun abadi. Hal ini mengakibatkan hukum sebagai ciptaan budi manusia juga bersifat abadi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hukum alam bersifat abadi, meliputi segala-galanya karena berlaku bagi setiap orang dalam waktu, tempat dan keadaan bagaimanapun. Manusia dilukiskan secara statis sehingga hukum bagi manusia juga tidak mengalami perubahan. Oleh karena itu tidak ada perbedaaan antara hukum yang berlaku sekarang (ius constitutum) dan hukum yang akan datang (ius constituendum). Oleh karena itu paham kenegaraan didasarkan pada sifat tersebut, yaitu cosmo politis yang tidak mengenal perasaan kebangsaan. Negara tidak usah berdasarkan perasaan kebangsaan, harus diusahakan suatu Negara ayang meliputi seluruh dunia atau Negara yang merupakan Negara dunia. b. Kodrat benda (natuur van de zaak) Yaitu kodrat benda yang timbul dalam kebudayaan Yunani. Yaitu kodrat yang mempunyai pengertian sentral kosmos, sebagai lawan dari chaos. Menurut Socrates, Plato dan Aristoteles, pelukisan dunia sebagai kosmos merupakan satu kesatuan yang teratur sedangkan di dunia dalam bentuk chaos, tidak ada paksaan terhadap suatu aturan, tidak terdapat suatu tatanan sehingga dalam masyarakat terdapat kekacauan. 7. Polybios (204-122 AD) Mengenai negara, Polybios melanjutkan paham Aristoteles. Menurut Polybios, proses perkembangan, pertumbuhan dan kemerosotan bentuk-bentuk negara secara psikologis bertalian dengan sifat-sifat manusia menurut ajaran Aristoteles, yaitu bahwa tidak adanya bentuk negara yang abadi disebabkan karena terkandung benih-benih pengrusakan, seperti pemberontakan, revolusi dll. Benih-benih tersebut disebabkan karena sifat-sifat manusia, yaitu : a. Keinginan akan persamaan Yaitu terdapatnya hasrat persamaan terhadap mereka yang merasa dirinya sama dengan orang-oranglain . b. Keinginan akan perbedaan Yaitu terdapatnya hasrat perbedaan terhadap mereka yang merasa dirinya berbeda dengan orang lain. B. ZAMAN ROMAWI 1. Masa Kerajaan Yaitu masa koningschap atau kerajaan. Bentuk negara adalah monarki dan dipimpin oleh seorang raja. 2. Masa Republik Republik atau republiek berasal dari kata res (kepentingan) dan publica (umum). Republik adalah pemerintahan yang dijalankan untuk kepentingan umum. 3. Masa Prinsipat Masa principat dimulai dari masa Caesar. Walaupun pada saat itu, raja-raja Romawi belum mempunyai kewibawaan, namun pada hakekatnya mereka memerintah secara mutlak. Kemutlakan ini didasarkan pada Caesarismus, yaitu adanya perwakilan yang menghisap, dari pihak Caesar terhadap kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat saat itu disalahgunakan, dimana dalam lapangan ilmu negara digunakan konstruksi Ulpianus yang menyatakan, bahwa : kedaulatan rakyat diberikan kepada prinsep atau raja melalui suatu perjanjian yang termuat dalam undang-undang yang disusun olehnya dan diatur dalam Lex Regia. Jadi, landasan hukumnya adalah perjanjian yang terletak dalam lapangan hukum perdata. Setelah kekuasaan diberikan kepada Prinsep maka rakyat pada kenyataannya tidak dapat meminta pertanggung jawaban atas perbuatan prinsep. Ahli hukum (doktoris iuris) yang terkenal pada saat itu adalah Gajus, Modestinus, Paulus, Papinianus dan Ulpianus. Dalam caesarismus dikenal semboyan yang berbunyi : a. Solus publica suprema lex (kepentingan umum mengatasi undang-undang) b. Princepes legibus solutus est (Rajalah yang menentukan kepentingan umum). Pada dasarnya, pemerintahan untuk kepentingan umum tersebut dirumuskan dalam undang-undang sehingga derajat kepentingan umum lebih tinggi dari undang-undang. Namun, yang merumuskan kepentingan umum adalah raja. Otomatis, dalam merumuskan kepentingan umum tersebut raja bertindak demi kepentingan pribadinya. Dengan demikian, princep dengan berkedok kedaulatan rakyat memerintah demi kepentingan umum, sebenarnya memerintah dengan sewenang-wenang. Peraturan hukum Romawi pada abad ke-6 atas perintah Kaisar Justinianus (527-565) dikodifikasi dan dinamakan Corpus Iuris Civilis yang terdiri atas 4 bagian : a. Institutiones Merupakan buku pelajaran atas lembaga-lembaga hukum Romawi dan berlaku sebagai himpunan undang-undang. b. Pandectae atau Digesta Merupakan himpunan karangan yang memuat pendapat para ahli hukum Romawi. Jika hakim ragu-ragu mengenai putusan atas suatu hal maka putusannya harus didasarkan pada pandectae/digesta. c. Codex Merupakan kumpulan undang-undang yang dibuat dan ditetapkan oleh raja-raja Romawi. d. Novallae Merupakan himpunan tambahan dan penjelasan keterangan bagi codex. 4. Masa Dominat Dominat atau dominaat adalah masa dimana kaisar secara terang-terangan menjadi raja mutlak, bertindak menyeleweng, menginjak-injak hukum dan kemanusiaan. Hal ini terlihat dengan adanya manusia dibakar hidup-hidup, manusia diadu dengan manusia lain atau dengan singa (gladiator) dan dijadikan tontonan umum, rakyat kelaparan sementara raja dan pengikutnya berpesta pora. C. ZAMAN ABAD PERTENGAHAN 1. Agustinus Bukunya yang terkenal ialah : a. Civitas Dei (Negara Tuhan) Civitas dei merupakan kerajaan Tuhan yang abadi, tetapi semangat keduniawian terdapat dalam Gereja Kristus sebagai wakil dari civitas dei di dunia yang fana. b. Civitas Terrena (Diabolis) atau negara setan Merupakan hasil kerja setan atau keduniawian. Jika sudah mendapat ampunan dari Tuhan, barulah civitas terrena menjadi baik. Civitas terrena mengabdikan diri pada civitas dei. Oleh karena itu dalam civitas terrena terjadi percampuran antara agama, ilmu pengetahuan dan kesenian. Civitas terrena merupakan persiapan menuju civitas dei. Imperium Romawi dapat dimisalkan dengan civitas terrena yang tumbuh, berkembang dan akhirnya musnah karena keserakahan. Agar jangan sampai hal tersebut terulang kembali, maka pemimpin negara harus memimpin dengan semangat civitas dei yaitu mempraktekkan dan menganjurkan agar agama Kristen dimasukkan ke dalam negara seperti yang telah dijalankan oleh Konstantin Theodisius di Konstatinopel Kesimpulannya adalah bahwa pada waktu itu yang memegang peranan penting adalah negara, segala sesuatu harus tunduk pada agama. Negara dipersiapkan untuk menjadi negara Tuhan. Keberadaan negara-negara di dunia adalah untuk memberantas musuh-musuh gereja. 2. Thomas Aquino Thomas Aquino merupakan tokoh dari aliran hukum alam. Menurut sumbernya, hukum alam dapat berupa : a. Hukum alam yang bersumber dari Tuhan (irrasional) b. Hukum alam yang bersumber dari rasio manusia. Dalam buku-bukunya yang sangat terkenal, Summa Theologica dan De Regimene Principum, Thomas Aquino membentangkan pemikiran hukum alamnya yang banyak mempengaruhi gereja dan bahkan menjadi dasar pemikiran gereja hingga saat ini. Thomas Aquino membagi hukum ke dalam 4 golongan hukum, yaitu : a. Lex Aeterna Merupakan rasion Tuhan sendiri yang mengatur segala hal dan merupakan sumber dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia. b. Lex Divina Merupakan bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia berdasarkan waktu yang diterimanya. c. Lex Naturalis Merupakan hukum alam yaitu yang merupakan penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia. d. Lex Positivis Yaitu hukum yang berlaku dan merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia berhubung dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia. Hukum positif terdiri dari hukum positif yang dibuat oleh Tuhan, seperti yang terdapat dalam kitab suci dan hukum positif buatan manusia. Mengenai konsepsinya tentang hukum alam, Thomas Aquino membagi asas-asas hukum alam dalam dua jenis, yaitu : a. Principia Prima (asas-asas umum) Yaitu asas-asas yang dengan sendirinya dimiliki oleh manusia sejak kelahirannya, berlaku mutlak dan tidak dapat berubah dimanapun dan dalam keadaan apapun. Oleh karena itu manusia diperintahkan untuk berbuat baik dan dilarang melakukan kejahatan, sebagaimana yang terdapat dalam 10 perinta Tuhan. b. Principia Secundaria (asas-asas yang diturunkan dari asas-asas umum) 3. Dante Alighieri Pada tahun 1313, Dante menerbitkan bukunya, De Monarchia, salah satu karya besarnya dan merupakan satu-satunya peninggalan Dante yang merupakan karya kenegaraan. Dalam bukunya, Dante memimpikan suatu kerajaan dunia yang melawan kerajaan Paus. Kerajaan dunia tersebut yang akan menyelenggarakan perdamaian dunia. Tujuan negara menurut Dante adalah untuk menyelenggarakan perdamaian dunia dengan cara memberlakukan undang-undang yang sama bagi semua umat. De Monarchia terdiri atas 3 bab, yaitu : a. Bab I mempersoalkan kerajaan dunia. Pada bab I, Dante menekankan perlunya kerajaan dunia, yaitu untuk kepentingan dunia itu sendiri dalam rangka menyelenggarakan perdamaian dunia. Kerajaan dunia merupakan kemerdekaan dan keadilan tertinggi. Rakyat yang hidup dengan berbagai peraturan yang berbeda diatasi dengan peraturan yang dapat menciptakan kerjasama diantara masyarakat. Kerajaan dunia (imperium) merupakan satu kesatuan kekuasaan, sebab jika kerajaan dibagi maka akan musnah. b. Bab II menyelidiki apakah kaisar Jerman itu merupakan kaisar yang sah? c. Apakah kekuasaan kaisar berasal dari Tuhan atau berasal dari perantara? Genesis dianggap sebagai sumber bagi teori Innocentius III untuk Teori Cahayanya sebagai kunci kekuasan Paus yang berasal dari Mattheus, Teori Dua Belah Pedang dari Bernard Clairvaux, demikian pula ajaran Hadiah dari Constantin. semua teori tersebut ditafsirkan oleh Dante sehingga akhirnya dia menyimpulkan bahwa kaisar memperoleh kekuasaan langsung dari Tuhan untuk memerintah dan mengurus negara, dan tidak bergantung pada perantara yang menjelma dalam diri Paus. Paus hanya berkuasa dalam segala hal yang berkaitan dengan rohani. Pendapat Dante didukung oleh golongan Franciskaan, yaitu para paderi yang menganjurkan agar Paus bersifat pendeta kembali yang hidup dengan sederhana dan semata-mata untuk kesucian Tuhan. oleh karena itu, Paus jangan mencampuri urusan kemewahan dunia yang dapat merusak kepercayaan rakyat. Teori Cahaya : Golongan Canonist berpendapat bahwa Paus memperoleh kekuasaan yang asli di atas dunia ini. Raja tidak memiliki kekuasaan yang asli sebab kekuasaannya berasal dan diturunkan dari Paus yang asli. Seperti halnya matahari dan bulan, Paus adalah matahari yang bersinar sedangkan bulan adalah raja yang mendapat sinar dari matahari. 4. Marsiglio di Padua (Marsilius dari Padua) Pada tahun 1324, terbit karya Marsiglio yang terkenal, yaitu Defenser Pacis, yang terdiri dari tiga buku atau dictiones, yaitu : a. Dictio Pertama menguraikan dasar-dasar negara. Pada dictio pertama diuraikan asal usul negara didasarkan pada perkembangan alam. Oleh karena itu, negara merupakan badan iudicialis seu consiliativa yang hidup dan bebas. Tujuan tertinggi negara adalah mempertahankan perdamaian, memajukan kemakmuran dan memberi kesempatam kepada rakyat untuk mengembangkan dirinya secara bebas. Tugas utama negara untuk mencapai hal tersebut adalah menciptakan undang-undang demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Kekuasaan tertinggi dalam negara dan pemerintahan terletak pada pembuat undang-undang sehingga pemerintahan hanya alat dari pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang adalah rakyat sebab kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dan sumber undang-undang adalah rakyat secara keseluruhan. Pemerintahan berada di tangan rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat. Rakyat boleh menghukum penguasa jika ternyata penguasa melanggar undang-undang. b. Dictio Kedua menguraikan dasar-dasar gereja dan hubungannya dengan negara. Marsilius menentang teori cahaya, ajaran dua belah pedang dan hadiah dari Constantin. Marsilius menginginkan agar Paus dipillih oleh rakyat sehingga kekuasaan tertinggi diletakkan di tangan badan permusyawaratan gereja-gereja (concilie). Dalam hubungan antara negara dan gereja, Marsilius berpendapat bahwa kedudukan gereja adalah di bawah negara sehingga gereja tidak berhak membuat undang-undang sebab hanya rakyat yang berhak untuk membuat undang-undang. c. Dictio Ketiga menguraikan kesimpulan-kesimpulan. D. ZAMAN RENAISSANCE E. ZAMAN HUKUM KENEGARAAN POSITIF BAB III TEORI SIFAT HAKEKAT NEGARA (das Wesssen des Staates) Secara umum banyak sarjana atau para ahli yang mempunyai pendapat sendiri tentang sifat hakikat suatu negara berkaitan dengan pandangan hidup yang dianutnya. Diantaranya adalah : 5. Socrates Menurut Socrates, setiap orang menginginkan kehidupan yang aman dan tentram. Oleh karena itu kemudian mereka membentuk suatu kelompok dan tinggal di atas bukit. Socrates menyebut kelompok tersebut sebagai polis dan ia berpendapat bahwa polis identik dengan masyarakat dan masyrakat identik dengan negara. 6. Plato Menurut Plato, negara adalah keiginan manusia untuk bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka. Plato adalah peletak dasar ajaran idealisme 7. Aristoteles Aristoteles adalah murid Plato. Buku yang ditulisnya diantaranya adalah Eticha yang berisi ajaran tentang keadilan. Ajaran tentang negara ditulisnya dalam Politica. Aristoteles mengembangkan ajaran realisme. Menurut Aristoteles, negara adalah gabungan dari keluarga sehingga menjadi kelompok yang besar. Kebahagiaan dalam negara akan tercapai jika kebahagiaan individu sudah tercipta. Sebaliknya, bila manusia ingin bahagia maka ia harus bernegara karena manusia saling membutuhkan dalam kepentingan hidupnya. Selanjutnya, Aristoteles berpendapat bahwa negara adalah kesatuan manusia dan manusia tidak dapat terlepas dari kesatuannya. Negara harus menyelenggarakan kemakmuran bagi warganya, namun negara juga merupakan organisasi kekuasaan yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur agar tingkah laku manusia sesuai dengan tata tertib dalam masyarakat. 8. F. Oppenheimer Negara merupakan suatu alat dari golongan yang kuat untuk melaksanakan suatu tertib masyarakat. 9. Leon Duguit Negara adalah kekuasaan orang-orang kuat yang memerintah orang lemah. Bahkan dalam negara modern, kekuasaan orang kuat diperoleh dari faktor-faktor politik. 10. R. Krannenburg Negara pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan, diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa. Jadi, menurut Krannenburg, yang harus ada lebih dahulu adalah sekelompok manusia yang mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi dengan tujuan untuk memelihara kepentingan kelompok tersebut. Jadi, yang terpenting (primer) adalah kompok manusia, sedangkan yan sekunder adalah negara. 11. Logemann Negara pada hakeketnya adalah suatu organisasi kekuasaan maka organisasi itu memiliki kewibawaan. Artinya, negara dapat memaksakan kehendaknya pada semua orang yang ada dalam organisasi. TEORI BERNEGARA REPUBLIK INDONESIA – PENDEKATAN SOSIOLOGIS Teori Sifat Hakikat Negara dapat memberikan pemahaman mengenai suatu negara, apa sebenarnya suatu negara. Jika dilihat dari sisi sosiologis maka negara dapat dipahami sebagai anggota masyarakat atau zoon politicon. Negara merupakan wadah bagi suatu bangsa untuk menggambarkan cita-cita kehidupan bangsanya. Secara historis, peninjuan masalah sifat hakikat negara dapat dilihat dari perkembangan istilah ’negara’ itu sendiri. Berdasarkan perkembangan sejarah mengenai istilah negara, terdapat beberapa istilah yang sering dijadikan padanan kata ’negara’ yang masing-masing memiliki karakter tersendiri, antara lain : 1. Polis (city state) 2. Country (country state) 3. Civitas/civiteit 4. Land (mis : England, Deutschland) Sejak bangsa-bangsa di Eropa sudah menetap dan tidak mengembara (nomaden) lagi, maka bernegara umumnya diartikan memiliki atau menguasai sebidang tanah atau wilayah tertentu. Dengan kata lain, penguasaan atas tanah menumbuhkan kewenangan kenegaraan (teori patrimonial) dimana struktur sosial yang dihasilkan disebut feodalisme atau landlordisme. Negara dalam keadaan demikian disebut sebagai tanah (land). Hal ini tampak pada sebuta England, Holland, Deutchland dll. 5. Rijk/reich Pengertian tanah (land) berkembang lebih lanjut, yaitu bahwa tanah tersebut mendatangkan kemakmuran atau kekayaan (reichrijk-dom), dimana negara diartikan sebagai rijk (Belanda) atau reich (Jerman) artinya kekayaan sekelompok manusia (dinasti), misalnya Frankrijk, Oostenrijk dll. 6. La stato, staat,state (nation-state) Keadaan pra-liberal berakhir dengan tumbuhnya paham liberalisme yang dipelopori oleh John Locke, Thomas Hobbes dan J.J. Rouseau. Negara tidak lagi dipandang sebagai suatu tanah atau kekayaan (land atau reich) melainkan sebagai suatu status hukum (staat – state), suatu masyarakat hukum (legal society) sebagai hasil dari perjanjian masyarakat (social contract). Jadi, negara adalah hasil dari perjanjian masyarakat, dari individu-individu yang bebas, sehingga hak asasi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Negara. 7. Kerajaan (monarchy) 8. Negara/nagara/negeri 9. Desha, desa,desh (mis : Bangladesh) Negara dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta (Jawa Kuno), yaitu Nagara. Secara historis-geopolitik, keberadaan negara Inonesia bukanlah sebagai suatu bentuk negara kecil (city state/polis) melainkan sebagai suatu archipelagic state (negara kepulauan) yang disebut sebagai nusantara (rangkaian nusa) Berdasarkan sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat diketahui bahwa Indonesia pernah ditata dalam bentuk kerajaan-kerajaan besar yang dikuasai oleh dinasti-dinasti (wangsa). Dua kerajaan besar yang ada di Indonesia saat itu yang dapat disebut sebagai nagara adalah Sriwijaya dan Majapahit, selain itu Mataram dan Demak juga dapat disebut sebagai negara. Istilah negara pada masa itu menunjuk pada suatu pemerintahan yang berbentuk monarki atau kerajaan. Kerajaan-kerajaan besar tersebut selain diarahkan sebagai civitas terena (duniawi) juga diarahkan sebagai civitas dei (keagamaan). Para raja, ratu atau sultan umumnya berkuasa secara absolut. Dalam keadaan demikian maka tidak seluruh hak asasi rakyat terjamin secara penuh karena masih didominasi oleh kekuasaan absolut dari raja yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda, ada yang bijaksana dan ada pula yang tiran. Berdasarkan sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat negara adalah suatu ikatan sosial atau dalam status hidup bersama sebagai komunitas politik dimana hak-hak warga negaranya mendapatkan jaminan dari penguasa. Secara sosiologis, hakikat suatu negara dapat dilihat sebagai : 5. Ikatan suatu bangsa Maksudnya adalah suatu komunitas sosiologis yang hidup bersama dalam suatu wilayah, senasib sepenanggungan dalam menjalankan hidupnya. 6. Organisasi kewibawaan Negara sebagai organisasi yang memiliki wibawa untuk memutuskan hal-hal yang penting bagi kehidupan bersama. Kewibawaan ini ditunjukkan dengan adanya kepatuhan komunitas untuk melaksanakan putusan bersama tersebut. 7. Organisasi jabatan (ambten organisatie) Negara terbagi dalam jabatan-jabatan yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Organisasi ini muncul karena organisasi kewibawaan mengasumsikan adanya jabatan-jabatan untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara bersama. 8. Organisasi kekuasaan (dwang organisatie) Negara merupakan alat untuk menjalankan kekuasaan dalam arti luas. Kekuasaan ini dapat memaksakan kehendak orang yang berkuasa. Oleh sebab itu banyak orang yang ingin menjadi pejabat negara untuk memperoleh kekuasaan. Secara yuridis, hakikat suatu negara adalah sebagai : 1. Pemilik atau penguasa atas tanah (teori Patrimonial-Feodal) 2. Pihak yang menguasai atau memerintah 3. Sebagai pelindung hak asasi manusia Teori Perjanjian Masyarakat (Social Contract-Pactum Unionis) menempatkan hakikat negara sebagai pelindung hak asasi manusia dimana negara merupakan pelaksana dari kehendak umum (volente generale). 4. Penjelmaan tata hukum nasional Hans Kelsen berpendapat bahwa hakikat negara sebagai penjelmaan tata hukum nasional, personificatie van het rechtorde karena eksistensi negara tampak dari adanya sistem hukum yang berlaku dalam mengatur kehidupan komunitas bangsa tersebut. Berdasarkan pendapat para founding fathers dan framers of the constitution of the Republic of Indonesia, hakikat Negara RI adalah sebagai : 1. Ikatan sosiologis bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa, bahasa dan budaya. 2. Organisasi kewibawaan yang menunjukkan eksitensi pemerintahan yang secara efektif mengambil keputusan-keputusan nasional bagi berlangsungnya kehidupan bangsa Indonesia. 3. Organisasi jabatan yang mengatur struktur jabatan-jabatan dalam pemerintahan guna menjalankan fungsi dan tujuan negara yang telah ditetapkan dalam konstitusi. 4. Organisasi kekuasaan yang menentukan segala bentuk kekuasaan di bawahnya (forma-formarum) dan memaksakan berlakunya norma-norma yang ada dalam masyarakat (norma-normarum). 5. Penguasa atas cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup o0rang banyak. 6. Penguasa atas bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 7. Organisasi publik yang melindungi hak asasi warga negaranya, baik di dalam maupun di luar negeri. 8. Organisasi yang melaksanakan cita-cita hukum dalam kehidupan bernegara, menciptakan kepastian hukum, keadilan dan kedamaian hidup warga negaranya. Dalam hal ini negara merupakan alat untuk merealisasikan keadilan sosial. Hal yang terpenting dari hakikat negara adalah bahwa negara merupakan alat untuk mengantarkan bangsa Indonesia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian hakikat negara tidak hanya untuk merealisasikan kemakmuran duniawi tetapi juga untuk memfasilitasi pelaksanaan nilai-nilai ketuhanan keberagaman setiap individu dan kelompok warga negara yang religius (teosentrism). Pelaksanaan kebebasan beragama dalam menjalankan ajarannya dan berkelompok tertentu diperbolehkan selama bukan merupakan aliran sesat yang akan menyesatkan umat beragama itu sendiri. BAB IV TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA (Die Lehren von der Rechtsfertigung des Staates) Teori pembenaran hukum dari negara atau teori penghalang tindakan penguasa (Rechtvaardiging theorieen) membahas tentang dasar-dasar yang dijadikan alasan sehingga tindakan penguasa negara dapat dibenarkan. Keberadaan negara (existence) dapat dibenarkan berdasarkan sumber-sumber kekuasaan, antara lain : 1. Kewenangan langsung atau tidak langsung dari Tuhan yang diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara (Teori Teokrasi). 2. Kekuatan jasmani dan rohani serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat berkuasa. Dalam bentuk yang modern seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para rohaniawan yang berpolitik atau dalam bentuk money politics (Teori Kekuatan). 3. Adanya perjanjian, baik perjanjian perdata maupun publik serta adanya pandangan dari perspektif hukum kekeluargaan dan hukum benda (Teori Yuridis). Secara rasional, suatu pemerintahan tidak mungkin lagi menyandarkan wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik angkatan perang (militer) yang represif, mitos-mitos feodalistik maupun teokratik. Hal-hal yang bersifat irrasional dan dipaksakan semakin lama semakin ditinggalkan sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat dan politik serta teknologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tanpa ada legitimasi yang rasional maka suatu negara tidak mungkin akan berjalan secara efektif. Legitimasi atas suatu negara memegang peranan yang penting karena walaupun memiliki kekuasaan namun suatu pemerintahan negara tidak mungkin berjalan efektif tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan negara dan alat-alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan masyarakat yang memegang kekuasaan politik utama harus memiliki pembenaran atau pendasaran yang sah (legitimasi) atas kekuasaan yang dijalankan agar ia dapat melaksanakan fungsinya secara efektif. 1. Pembenaran Negara dari Sudut Ke-Tuhanan (TheoCratische Theorieen) Teori ini beranggapan bahwa tindakan penguasa/negara selalu benar karena negara diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan negara dengan dua cara, yaitu : a. Secara langsung → cirinya adalah seseorang berkuasa karena mendapat wahyu dari Tuhan. b. Secara tidak langsung → seseorang berkuasa karena kodrat Tuhan. Tokoh-tokoh penganut paham ini antara lain adalah : a. Agustinus Agustinus dalam bukunya De Civitate Dei menjelaskan bahwa negara pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu : 2) Civitas Dei (Negara Tuhan) Yaitu negara yang langsung dipimpin oleh Tuhan. Negara Tuhan di dunia diwakili oleh gereja dan atau oleh kerajaan-kerajaan lain yang tunduk pada pimpinan gereja yang otomatis tunduk pada Tuhan. 3) Civitas Terrana/Civitas Diaboli Civitas terrana adalah negara duniawi. Menurut Agustinus, Civitas terrana disebut juga civitas diaboli karena dibuat oleh setan. Negara dunia hanya mengejar kepuasan duniawi sehingga menimbulkan keserakahan, kebencian, peperangan, penderitaan dan akhirnya keruntuhan. b. Thomas Aquinas Menurut Thomas Aquinas, negara yang burukpun bukan buatan setan tetapi tetap diakui sebagai perwujudan kekuasaan dan kehendak Tuhan. Negara timbul dari pergaulan antara manusia yang ditentukan oleh hukum dan tata alam. Hukum tata alam juga terjadi dari kehendak Tuhan dan menurut hukum Tuhan. Tuhan menjadikan manusia sebagai mahluk yang bergaul dan memberikan seorang pemimpin (raja). Oleh karena itu, kekuasaan raja dalam memimpin negara juga berasal dari Tuhan. c. Ludwig von Haller Menurut Ludwig von Heller, sifat negara adalah ketertiban. Dalam negara ada tuan dan hamba, ada yang kuat dan yang lemah, ada yang tinggi dan rendah serta ada yang kaya dan miskin. Yang kuat berkuasa memerintah yang lemah. Hal ini merupakan kodrat alam dan itulah yang dikehendaki dan diatur oleh Tuhan. Manusia dengan segala kecerdasannya tidak mungkin dapat mengubah keadaan yang telah ditentukan oleh Tuhan. Dari kuasa dan kehendak Tuhanlah asal segala kekuasaan dan asal berdirinya negara. d. Friedrich Julius Sthal Dalam bukunya, Die Philosophie des Rechts, ia berpendapat bahwa negara timbul dari takdir ilahi. Kekuasaan dapat tampak sebagai penyusunan kekuasaan oleh manusia, baik dalam keluarga, kelompok, suku, bangsa atau gereja. Namun, pada hakekatnya, kekuasaan terjadi karena kehendak dan kekuasaan Tuhan. Peperangan, penyerbuan,penaklukan, penyerahan dll terjadi karena kehendak Tuhan. Selain itu, Friedrich juga berpendapat bahwa negara adalah The March of God in the World (laku Tuhan di dunia). 2. Pembenaran Negara dari Sudut Kekuatan Berdasarkan teori ini, siapa yang memiliki kekuatan akan mendapatkan kekuasaan dan memegang pemerintahan. Kekuatan tersebut meliputi : a. Kekuatan jasmani (physic) b. Kekuatan rohani (phychis) c. Kekuatan materi (kebendaan) d. Kekuatan politik. Charles Darwin Menurut teori evolusi Charles Darwin, bahwa kehidupan di alam semesta merupakan suatu perjuangan untuk mempertahankan hidup, yang kuat akan menindas yang lemah. Oleh karena itu semua orang berusaha untuk kuat dan unggul. Semua imperium ditegakkan berdasarkan kekuasaan ini, misalnya Napoleon, Hitler, Mussolini dan Stalin. Leon Duguit Pihak yang dapat memaksakan kehendaknya adalah pihak yang kuat (lesplus forts). Kekuatan tersebut mengandung beberapa faktor, misalnya keistimewaan fisik, intelegensia, ekonomi dan agama. Paul Laband, George Jellineck, von Jhering Mereka berpendapat bahwa suatu kenyataan yang wajar harus diterima bahwa kekuasaan dan kedaulatan sepenuhnya ada di tangan negara dan pemerintahan. Franz Oppenheimer Dalam bukunya, Der Staat, ia berpendapat bahwa negara adalah suatu susunan masyarakat yang oleh golongan yang menang dipaksakan kepada golongan yang ditaklukan dengan maksud untuk mengatur kekuasaan golongan yang satu atas golongan yang lain dan melindungi terhadap ancaman pihak lain. Tujuan dari semuanya adalah pemerasan ekonomi dari golongan yang menang terhadap yang kalah. 3. Pembenaran Negara dari Sudut Hukum Teori ini menyatakan bahwa tindakan pemerintah dibenarkan karena didasarkan kepada hukum. Teori ini merinci lagi hukum ke dalam 3 jenis, yaitu : a. Hukum Keluarga (Teori Patriarchal) Teori patriachal berdasarkan hukum keluarga karena pada zaman dulu masyarakat masih sangat sederhana dan negara belum terbentuk. Masyarakat hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh kepala keluarga. b. Hukum Kebendaan (Teori Patrimonial) Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang berarti hak milik. Raja mempunyai hak milik terhadap daerahnya, oleh karena itu semua penduduk di daerahnya harus tunduk pada raja. Raja biasanya mendapat bantuan dari kaum bangsawan untuk mempertahankan wilayahnya. Jika perang berakhir maka raja memberikan hak atas tanah kepada bangsawan. Hak atas tanah berpindah dari raja kepada bangsawan sehingga para bangsawan mendapat hak untuk memerintah (overheidsrechten). c. Hukum Perjanjian (Teori Perjanjian) Tokohnya antara lain adalah : 1) Thomas Hobbes Menurut Thomas Hobbes, manusia harus selalu mempunyai kekuatan karena memiliki rasa takut diserang oleh manusia lain yang lebih kuat. Oleh karena itu rakyat mengadakan perjanjian dan dalam perjanjian tersebut, raja tidak diikutsertakan. Oleh karena itu raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah hak-hak rakyat diserahkan kepadanya (Monarchie Absoluut). 2) Jhon Locke Rakyat dan raja mengadakan perjanjian. Oleh karena itu raja berkuasa untuk melindungi rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang maka rakyat dapat meminta pertanggung jawabannya. Perjanjian antara raja dengan rakyatnya menimbulkan monarki terbatas (monarchie constitusionil) karena kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Dalam perjanjian masyarakat tersebut terdapat dua macam pactum, yaitu : e. Pactum Uniones ð perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan (kolektivitas) antara individu-individu. f. Pactum Subjectiones ð perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan antara rakyat dengan raja. Jhon Locke berpendapat bahwa pactum uniones dan pactum subjectiones memiliki pengaruh yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan kekuasaah, raja harus berjanji akan melindungi hak asasi rakyatnya. Ajaran Jhon Locke hampir sama dengan ajaran Monarchemachen yaitu suatu aliran yang timbul dalam abad pertengahan yang memberikan reaksi atas kekuasaan raja yang mutlak. Aliran tersebut mengadakan perjanjian untuk membatasi kekuasaan raja. Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges Fundamentalis yang menetapkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu ajaran Jhon Locke sering disebut sebagai warisan Monarchemachen. 3) J.J. Rousseau Menurut Rousseau, kedaulatan dan kekuasaan rakyat tidak pernah diserahkan kepada raja. Jika raja memerintah maka raja hanya merupakan mandataris rakyat. Menurut Rousseau, hal yang pokok dari perjanjian masyarakat adalah menemukan suatu bentuk kesatuan, membela dan melindungi kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap orang sehingg semua orang dapat bersatu, namun setiap orang tetap bebas dan merdeka. Rouseeau tidak mengenal adanya hak alamiah, hak dasar atau hak asasi. Dalam perjanjian masyarakat berarti setiap orang menyerahkan semua haknya kepada masyarakat. Akibat adanya perjanjian masyarakat adalah : a) Terciptanya kemauan umum (Volonte Generale) Yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat.Volonte generale merupakan kekuasaan yang tertinggi atau kedaulatan. b) Terbentuknya masyarakat (Gemeinschaft) Gemeinschaft merupakan kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang memiliki kemauan umum, kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang tidak dapat dilepaskan yang disebut sebagai kedaulatan rakyat. Perjanjian masyarakat telah menciptakan negara. Berarti, ada peralihan dari keadaan bebas ke keadaan bernegara. 4. Pembenaran Negara dari Sudut Lain a. Teori Ethis/Teori Etika Berdasarkan teori ini, suatu negara ada karena adanya suatu keharusan susila. Berdasarkan teori ini maka ada 3 pendapat dari para ahli ilmu negara, yaitu : 1) Plato dan Aristoteles Menurut Plato dan Aristoteles, manusia tidak akan berarti bila belum bernegara. Negara merupakan sesuatu hal yang mutlak, tanpa negara maka tidak ada manusia. Oleh karena itu seluruh tindakan negara dapat dibenarkan. 2) Immanuel Kant Menurut Immanuel Kant, tanpa adanya negara maka manusia tidak dapat tunduk pada hukum yang dikeluarkan. Negara adalah ikatan manusia yang tunduk pada hukum, akibatnya tindakan negara dibenarkan. 3) Wolft Wolf berpendapat bahwa keharusan untuk membentuk negara merupakan keharusan moral yang tertinggi. b. Teori Absoulut dari Hegel Menurut Hegel, tujuan manusia adalah kembali pada citacita yang abolut. Penjelmaan cita-cita yang absolut dari manusia adalah negara. Tindakan negara dibenarkan karena negara adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh manusia. c. Teori Psychologis Teori ini menyatakan bahwa alasan pembenaran negara didasarkan pada unsur psychologis manusia, seperti rasa takut, rasa sayang dll sehingga segala tindakan negara dapat dibenarkan. TEORI PEMBENARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Jika dikaikan dengan Negara Keatuan Republik Indonesia, maka berdasarkan teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar pembenar) kekuasaan negara d Indonesia , yaitu : a. Legitimasi Sosiologis Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara terlihat dari kenyataan politik yang menunjukkan adanya kekuatan kelembagaan negara yang menguasai kehidupan warga negaranya. Legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses artikulatif dalam institusi-institusi politik yang artikulatif dipahami sebagai legitimasi politik. Proses tarik menarik kepentingan antara pihak yang berkuasa yang terwujud dalam keputusan politik dianggap telah memiliki legitimasi politik. b. Legitimasi Yuridis Pembenaran dari sudut yuridis (hukum) terlihat dari adanya dasar hukum yang jelas atas keberadaan suatu negara. Dasar hukum dari keberadaan negara Repubik Indonesia adalah proklamasi kemerdekaan. Jika dilihat dari Teori Kontrak maka proklamasi merupakan Unilateral Contract yang mendapat pengakuan dari dunia internasional. Karena sudah mendapat pengkuan dari dunia internasional maka negara Republik Indonesia merupakan subjek hukum internasional yang memiliki hak dan kewajiban tertentu sebagai anggota masyarakat hukum internasional. Keberadaan konstitusi negara yaitu UUD 1945 menegaskan dasar yuridis eksistensi ketatanegaraan sebagai komunitas politik yang mandiri, tidak berada di bawah kedaulatan negara lain dan mampu mempertahankan kemerdekaan secara politis dan sosiologis. Selain itu, keberadaan unsur-unsur negara menjadi dasar legitimasi de jure bagi Republik Indonesia. c. Legitimasi Etis-Filosofis Dasar keabsahan negara secara etis dapat dilihat dari pendapat Wolf dan Hegel, yaitu bahwa pembentukan negara merupakan keharusan moral yang tertinggi untuk mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia dalam suatu lingkungan politik yang bernama negara. Legitimasi etis (moral) mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma moral, bukan dari kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar ketentuan hukum (legalitas) tertentu. Legitimasi etis-filosofis merupakan penyempurnaan akhir dari kemauan dan kemampuan pihak penguasa. Walaupun suatu pemerintahan memiliki banyak legitimasi sebagai dasar kekuasaannya, namun tanpa adanya legitimasi etis yang berpihak pada kepentingan kepentingan kemanusiaan maka pemerintahan tersebut pasti akan dijatuhkan, baik melalui pemberontakan sosial, demonstrasi people power, revolusi, reformasi (evolusi) atau pergantian melalui mekanisme konstitusional. Tindakan berkuasa dari negara dibenarkan karena negara merupakan cita-cita manusia yang membentuknya. Dalam konteks negara Republik Indonesia, keberadaan negara dimaksudkan untuk merealisasikan tujuan etis secara kolektif. Jadi, dapat disimpulkan bahwa suatu pemeritahan negara seharusnya berdiri tergak di atas legitimasi yang kokoh, di atas seluruh legitimasi. Tidak hanya bersifat teologis, sosiologis (mendapat pengkuan masyarakat) dan yuridis (berlaku sebagai hukum positif dalam format yuridis ketatanegaraan tertentu) namun juga etisfilosofis. Suatu legitimasi dapat mengalami krisis bila orang atau lembaga yang memiliki legitimasi tersebut tidak memiliki kecakapan (skill) yang cukup untuk mengelola negara secara keseluruhan. Oleh karena itu legitimasi harus pula diikuti oleh capability dan capacity untuk mengimplementasikan program yang langsung menyentuh rakyat karena pada dasarnya rakyatlah pemegang legitimasi yang tertinggi. Keamanan dan kesejahteraan rakyat merupakan ukuran utama untuk menilai kemampuan legitimasi pemerintahan suatu negara. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan yang sah (legitimated) tidak selalu berbanding lurus dengan kecakapan pemerintahannya. Pemerintah yang sah (legitimated government) tidak selalu cakap dalam mengelola negara. Keberadaan negara dibenarkan sebagai perpanjangan tangan dari kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hambanya agar hidup teratur dalam mengabdi kepada-Nya. Bernegara merupakan manifestasi pengabdian hamba terhadap Khaliqnya. Pandangan ini umumnya disebut teokratis. Namun sebenarnya lebih tepat teosentris (berorientasi kepada Tuhan) sebagai wujud bangsa yang religius. Bangsa Indonesia mengakui keberadaan negaranya sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa (Pembukaan UUD 1945 : ”Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa...”) Bangsa Indonesia menyadari bahwa Tuhan telah memberikan rahmat dan berkahnya bagi bangsa Indonesia, dan hal ini merupakan wujud legitimasi teologis. BAB V TEORI TERJADINYA NEGARA Suatu negara tidak terjadi begitu saja tetapi melalui suatu proses dengan dipenuhinya satu unsur kepada unsur lainnya sehingga pada akhirnya seluruh unsur terpenuhi. Dengan dipenuhinya seluruh unsur tersebut maka kapasitas negara sebagai entitas politik tidak diragukan lagi sebagai subjek hukum (legal entity). Dalam hukum internasional disebut sebagai subjek hukum internasional yang berkapasitas penuh dalam kedaulatannya. Proses terjadinya negara dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu : 1. Terjadinya Negara Secara Primer (Primair Staatswording) Teori terjadinya negara secara primer adalah teori yang membahas tentang terjadinya negara yang tidak dihubungkan dengan negara yang telah ada sebelumnya. Menurut teori ini, perkembangan negara secara primer melalui 4 phase, yaitu : a. Phase Genootshap (Genossenschaft) Fase ini merupakan pengelompokkan dari orang-orang yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama dan disadarkan pada persamaan. Mereka menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama. Kepemimpinan dipilih secara Primus Inter Pares (yang terkemuka diantara yang sama). Pada fase ini yang terpenting adalah unsur bangsa. b. Phase Reich (Rijk) Pada fase ini, kelompok orang yang telah menggabungkan diri tersebut telah sadar akan hak milik atas tanah sehingga kemudian muncul tuan-tuan tanah yang berkuasa atas tanah dan orang-orang yang menyewa tanah. Hal ini menimbulkan sistem feodalisme . Pada fase ini yang terpenting adalah unsur wilayah. c. Phase Staat Pada fase ini masyarakat telah sadar dari tidak memiliki negara menjadi memiliki negara. Pada fase ini yang terpenting adalah bahwa ketiga unsur dari negara (bangsa, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat) telah terpenuhi. d. Phase nation state Pada fase ini rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi. Fase ini dapat dibagi dua lagi,yaitu : 1) Phase democratsiche Natie Democratische Natie terbentuk atas dasar kesadaran demokrasi nasional, kesadaran akan adanya kedaulatan di tangan rakyat. 2) Phase Dictatuur (dictum) Ada 2 pendapat mengenai fase dictatuur, yaitu : a) Menurut pendapat para sarjana Jerman, bentuk diktator merupakan perkembangan lebih lanjut dari democtatische natie. b) Menurut pendapat sarjana lainnya, dictatuur merupakan penyelewengan dari democratische natie. 2. Terjadinya Negara Secara Sekunder (Scundaire Staats Wording) Teori terjadinya negara secara sekunder membahas terjadinya negara dihubungkan dengan negara-negara yang telah ada sebelumnya. Berdasarkan teori ini,yang terpenting adalah adanya pengakuan (erkening). Pengakuan (erkening) dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu : a. Pengakuan De Facto Pengakuan de facto adalah pengakuan yang bersifat sementara terhadap terbentuknya suatu negara baru. Hal ini disebabkan karena pada kenyataannya memang telah terbentuk suatu negara baru namun apakah terbentuknya negara baru tersebut telah melalui prosedur hukum atau tidak masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Oleh karena itu pengakuan yang diberikan masih bersifat sementara. Pengakuan de facto dapat meningkat kepada pengakuan de jure jika ternyata terbentuknya negara baru tersebut memang telah melalui prosedur hukum yang sebenarnya. b. Pengakuan De Jure (Pengakuan Yuridis) Pengakuan de jure adalah pengakuan yang seluas-luasnya dan bersifat tetap terhadap timbulnya suatu negara baru karena terbentuknya negara baru tersebut berdasarkan hukum. c. Pengakuan atas Pemerintahan De Facto Pengakuan terhadap pemerintahan de facto adalah pengakuan hanya terhadap pemerintahan suatu negara sedangkan wilayahnya tidak diakui. Unsur-unsur yang harus ada dalam suatu negara adalah pemerintahan, wilayah dan rakyat. Dengan demikian jika yang ada hanya pemerintahannya maka itu bukanlah negara karena tidak seluruh unsurnya terpenuhi. Suatu negara, selain dapat terbentuk atau timbul juga dapat runtuh atau lenyap. Runtuh atau lenyapnya suatu negara dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Teori terjadinya negara, baik terjadinya Negara secara primer maupun sekunder berhubungan erat dengan syarat keberadaan sebuah negara. Syarat adanya entitas hegara harus memenuhi unsur-unsur primer dan sekunder. 1. Unsur primer, meliputi :
TERJADINYA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Jika dikaitkan dengan teori terjadinya Negara, maka terjadinya Negara Republik Indonesia secara teoritis-historis telah memenuhi unsur primer dan sekunder. Pada awalnya komunitas suku bangsa di Indonesia hidup dalam suatu bentuk kelompok-kelompok kekeluargaan (genossenschaft-gemeinschaft). Kemudian muncul wilayah-wilayah yang diperintah oleh kerajaan-kerajaan kecil dan kerajaan-kerajaan besar yang memiliki kekayaan yang luar biasa (reick, rijk). Kemudian kelompok-kelompok kehidupan bersama di nusantara ini memunculkan kesadaran bersama sebagai bangsa melalui Kongres Pemuda 1928. hal ini merupakan embrio dalam memasuki tahap bangsa-bangsa (staat--state). Tahap selanjutnya adalah terbentuknya suatu nation-state dimana rakyat Indonesia memegang kekuasaan tertinggi dan memiliki kedaulatan (rakyat berdaulat-democratische natie) Melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan perjuangan panjang Perjanjian Linggarjati, Roem-Royen, KMB dan diplomasi internasional. Kemudian pada akhirnya Negara Republik Indonesia diakui keberadaannya sebagai subjek hukum internasional yang baru, sebagai negara baru yang sederajat dengan negara lainnya dalam komunitas internasional. Demokrasi terpimpin pada masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto merupakan pemerintahan yang dictatuur-dictatorship. Bentuk ini tidak dianggap sebagai perkembangan selanjutnya dari democratische natie tetapi merupakan anomalia sejarah dan merupakan bentuk penyimpangan atau penyelewengan kedaulatan rakyat. The rule of law and the people menyimpang menjadi the rule of man. Bentuk akhir yang hingga saat ini terus diperjuangkan adalah bentuk Negara hukum yang demokratis. BAB VI TEORI TUJUAN NEGARA (Die Lehren vom Zweck des Staates) Setiap negara pasti memiliki tujuan tertentu yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Para ahli ilmu negara sebagian berpendapat bahwa tujuan negara dihubungkan dengan tujuan akhir manusia dan ada pula yang menghubungkan antara tujuan negara dengan kekuasaan. Tujuan negara menurut pendapat para ahli, antara lain adalah : 1. Hegel Menurut Hegel, negara mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan idee umumu. Oleh karena itu tujuan negara adalah negara itu sendiri. Negara memelihara dan menyempurnakan diri sendiri. Kewajiban tertinggimanusia adalah menjadi warga negara sesuai dengan undang-undang. Hegel menciptakan teori dialektika : melalui tese, antitese dan sintese lahir dan timbullah kemajuan. 2. Agustinus Menurut Agustinus, tujuan negara dihubungkan dengan cita-cita manusia hidup di alam yang kekal yaitu sesuatu yang diinginkan Tuhan. 3. Shang Yang Shang Yang menghubungkan tujuan negara dengan mencari kekuasaan semata sehingga negara identik dengan penguasa. 4. John Locke Menurut John Locke, pembentukan political or civil society menyebabkan manusia tidak melepaskan hak asasinya. Tujuan negara adalah memelihara dan menjamin hak asasi,yaitu : a. Hak hidup/nyawa (leven) b. Hak atas badan (lijf) c. Hak atas harta benda (vermogen) d. Hak atas kehormatan (eer) e. Hak kemerdekaan (vrij heid) 5. Rousevelt Rousevelt membagi hak kemerdekaan ke dalam : a. Freedom from want b. Freedom from fear c. Freedom of speech d. Freedom of religion 6. Mahatma Gandhi a. Freedom from want b. Freedom from fear c. Freedom of speech d. Freedom of religion e. Freedom of doing mistake 7. Soekarno a. Freedom from want b. Freedom from fear c. Freedom of speech d. Freedom of religion e. Freedom of doing mistake f. Freedom to be free 8. Kaum dikatator Kaum dikatator menganut paham bahwa negara merupakan tujuan. Warga negara harus mengorbankan apapun yang diperintahkan pemegang kuasa. Jadi penjelmaannya adalah negara kekuasaan. 9. Zaman modern Umumnya, pada zaman modern, tujuan negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat demi tercapainya masyarakat adil dan makmur. Tujuan suatu negara dapat dibedakan berdasarkan filosofi, situasi-kondisi dan sejarah dari negara yang bersangkutan. Secara garis besar, teori tujuan negara membagi arah tujuan negara menjadi tiga, yaitu : 1. Mencapai kekuasaan politik Negara identik dengan penguasa. Oleh sebab itu tujuan negara adalah membangun kekuasaan secara efektif. Penguasa (pemerintah) menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan kepentingannya. Setiap penguasa selalu ingin mempertahankan, memperkuat dan memperluas kekuasannya. Setelah memiliki kekuasaan yang kuat (langgeng-absolut) maka penguasa menjadi korup, tiran dan despotik (semena-mena dan kejam). Lord Acton berpendapat bahwa karakter kekuasaan yang demikian adalah: Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely. 2. Mencapai kemakmuran material Negara bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran atau kesejahteraan material karena negara sebagai organisasi masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhan materialnya secara terstruktur melalui pemerintahan yang ada. Dalam ilmu negara umum, tujuan negara untuk mencapai kemakmuran melahirkan tipikal negara yang berbeda, yaitu : a) Polizei Staat → negara yang bertujuan untuk mencapai kemakmuran bagi raja/negara. b) Formele Rechtstaat → tujuan negara adalah mencapai kemakuran individu. c) Materiele Rechtstaat → tujuan negara adalah mencapai kemakmuran rakyat (Social Service State – negara kesejahteraan). 3. Mencapai kebahagiaan akhirat (konsep eksatologis → eksatologis : akhir zaman) Negara memberikan fasilitas kepada rakyatnya agar dapat bebas melaksanakan kaidah agamanya untuk mempersiapkan kehidupan sesudah kematian (life after death). Penguasa negara berpendapat bahwa kehidupan di dunia hanya sementara dan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang abadi. Oleh karena itu seluruh warga negara harus mempersiapkan dirinya untuk ”kehidupan yang sesungguhnya”. Negara harus mengarahkan warga negranya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berilmu dan berteknologi. Konsekuensi logisnya negara melarang adanya kegiatan yang bertentangan dengan norma/kaidah agama (nilai-nilai ketuhanan). TUJUAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Tujuan hakiki dari negara Republik Indonesia termuat dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yaitu sebagai berikut : 1. Mencapai ketuhanan (kemerdekaan, perdamaian abadi) Negara mengarahkan warga negaranya untuk selamat di dunia dan akhirat sesuai dengan keyakinan agamanya. Negara juga harus sepenuhnya memberikan kebebasan warga negaranya untuk melaksanakan ajaran agamanya dan membuat hukum nasional yang mendukung ajaran agama yang dianut oleh warganegaranya. Negara mengatasi pertikaian yang mungkin muncul melalui mufakat lintas agama, ras dan antar golongan. Negara melarang kegiatan yang bertentangan nilai-nilai ketuhanan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Mencapai kemanusiaan univesalitas yang melindungi segenap bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia Negara harus mewujudkan kehidupan yang manusiawi, adil dan beradab yang berkorelasi positif dengan upaya perlindungan hak asasi manusia. Tujuan ini menjadi tugas inti dari negara, yaitu melindungi nilai-nilai kemanusiaan (tidak hanya bagi warga negaranya tetapi juga bagi seluruh umat manusia). Kemanusiaan harus didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Kemanusiaan juga harus didasarkan pada pembentukan masyarakat yang beradab (civilized society) sebagaimana yang dikonstruksikan dalam masyarakat madani (civil society) 3. Mencapai kesatuan bangsa dan mencerdaskan kehidupan bangsa Mencapai kesatuan sebagai suatu nation state yang komprehensif. Kesatuan komunitas yang sadar dalam lokalitas dan globalitas kemanusiaan. Nasionalisme yang rasional dan humanisme yang religius. Pemerintah dibentuk untuk menyadari cita-cita tersebut sehingga rakyat cerdas dan memahami hidupnya dan dapat menjalani hidupnya dengan baik. 4. Mencapai kerakyatan hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan Mencapai kerakyatan dimaksudkan sebagai kolektivitas yang melaksanakan aspirasi rakyat dengn tuntutan hikmah kebijaksanaan. Konkretnya melalui lembaga permusyawaratan (MPR) dan lembaga perwakilan (DPR dan DPD). Demokrasi Indonesia berkaitan secara menyeluruh dengan sila-sila lainnya dalam Pancasila. 5. Mencapai keadilan sosial (memajukan kesejahteraan umum) Mencapai keadilan sosial merupakan tugas negara untuk memberikan kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan spiritual bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan ekonomi negara dikonstruksikan dalam penataan keadilan sosial. Kemakmuran material harus dicapai melalui penataan keadilan. Keadilan harus lebih diutamakan daripada keadilan. Keadilan tanpa kemakmuran lebib berarti daripada sebaliknya. Negara harus menjadi alat untuk mencapai keadilan. Keadilan akan menyelamatkan seluruh warga negara. BAB VII TEORI TIPE-TIPE NEGARA Teori tipe-tipe negara bermaksud membahas tentang penggolongan negara didasarkan pada ciri-ciri khas yang ada pada suatu negara. Berdasarkan sejarah teori kenegaraan Eropa Barat maka pembagian tipe-tipe negara secara kronologis adalah sebagai berikut : 1. Tipe Negara Menurut Sejarah a. Tipe Negara Timur Purba (Alt Orientalische Staaten) Negara Timur Purba bertipe tirani dimana raja berkuasa mutlak. Ciri-ciri negara Timur Purba adalah : 1) Bersifat terokratis/theocraties (keagamaan) Negara teokrasi adalah negara yang hanya mendasarkan satu agama saja dalam negaranya. Negara teokrasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a) Teokrasi langsung → raja dianggap juga sebagai Tuhan atau dewa oleh warganegaranya. b) Teokrasi tidak langsung 2) Pemerintahan bersifat absolut. b. Tipe Negara Yunani Kuno Pada intinya, tipe negara Yunani Kuno : 1) Adanya negara kota (polis/city state) a) Besarnya negara kota hanya sebesar kota yang dilingkari benteng pertahanan. b) Jumlah penduduknya sedikit, hanya sekitar 300 ribu penduduk. 1) Demokrasi langsung. Dalam pelaksanaan demokrasi langsung, rakyat diberi pelajaran ilmu pengetahuan (encyclopaedie). Pemerintahan berjalan dengan mengumpulkan rakyat di suatu tempat yang disebut acclesia. Dalam rapat dikemukakan kebijaksanaan pemerintah dan rakyat ikut memecahkan masalah. Pemerintahan selalu dipegang oleh ahli-ahli filsafat. Dalam negara Yunani Kuno demokrasi dapat dilaksanakan secara langsung, hal ini disebabkan karena : a) Wilayahnya tidak terlalu luas b) Jumlah penduduk yang masih sedikit, dan dari jumlah yang sedikit tersebut hanya warga polis saja yang berhak ikut demokrasi, para pedagang dari luar polis dan budak belian tidak mempunyai hak untuk ikut melaksanakan demokrasi. c. Tipe Negara Romawi Tipe negara Romawi adalah Imperium. Yunani sendiri kemudian menjadi negara jajahan Romawi. Ciri tipe negara Romawi Kuno adalah : 1) Primus inter pares (yang terkemuka diantara yang sama) 2) Adanya raja-raja yang absolut (Caesar) Pemerintahan di Romawi dipegang oleh Caesar yang menerima seluruh kekuasaan dari rakyat (Caesarismus). Pemerintahan Caesar adalah mutlak atau absolut. 3) Adanya kodifikasi hukum. Undang-undang di Romawi dinamakan Lex Regia. d. Tipe Negara Abad Pertengahan Ciri khas tipe negara pada abad pertengahan adalah : 1. Teokratis 2. Feodalisme 3. Dualisme dalam bernegara, yaitu dualisme (pertentangan) antara: a) Penguasa dengan rakyat. b) Pemilik dan penyewa tanah (yang menyebabkan timbulnya feodalisme). c) Negarawan dan gerejawan (yang menimbulkan sekularisme). Akibat adanya dualisme ini timbul keinginan dari rakyat untuk membatasi hak dan kewajiban raja dan rakyat. Hal ini dikemukakan oleh aliran monarchomachen (golongan anti raja yang mutlak). Perjanjian yang mereka sepakati diletakkan dalam leges fundamentalis yang berlaku sebagai undang-undang. e. Tipe Negara Modern Ciri-ciri negara modern adalah : 1. Berlakunya asas demokrasi Kedaulatan ada di tangan rakyat dan demokrasi menggunakan sistem dan lembaga perwakilan. 2. Dianutnya paham negara hukum 3. Susunan negaranya adalah kesatuan. Di dalam satu negara hanya ada satu pemerintahan,yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai wewenang tertinggi. 2. Tipe Negara Ditinjau Dari Sisi Hukum. Jika ditinjau dari sisi hukum maka penggolongan tipe negara didasarkan pada hubungan antara penguasa dan rakyat. Tipe negara dapat dibedakan dalam : a. Tipe Negara Policie (Polizei Staat) Pada tipe ini negara bertugas menjaga tata tertib, dengan kata lain negara penjaga malam. Pemerintahan bersifat monarchi absolut. Pengertian policie mencakup dua arti, yaitu : 1) Penyelenggara negara positif (bestuur) 2) Penyelenggara negara negatif (menolak bahaya yang mengancam negara) b. Tipe Negara Hukum (Rechstaats) Istilah negara hukum merupakan terjemahan dari rechstaat. Istilah rechtstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX. Konsep rechtstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme. Ciri-ciri rechtstaat adalah : 1) Adanya UUD atau Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat. 2) Adanya pembagian kekuasaan negara. 3) Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat. Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa ide pokok dari rechstaat adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya pembagian kekuasaan bertujuan untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan yang cenderung akan disalahgunakan. Menurut Wirjono Prodjodikoro, negara hukum berarti suatu negara yang di dalam wilayahnya adalah : 1) Semua alat-alat perlengkapan negara dalam tindakannya baik terhadap warganegara maupun dalam hubungannya dengan alat-alat perlengkapan yang lain tidak boleh sewenang-wenang dan harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Semua penduduk dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku. Jika dilihat dari segi ilmu politik, Franz Magnis Suseno mengambil 4 ciri negara hukum yaitu : 1) Kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku. 2) Kegiatan negara berada di bawah kontrol kekuasaan kehakiman yang efektif. 3) Berdasarkan sebuah UUD yang menjamin HAM. 4) Menurut pembagian kekuasaan. Salah satu asas penting dalam negara hukum adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas adalah menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat administrasi harus berdasarkan undang-undang. Tanpa dasar undang-undang maka badan/pejabat administrasi tiak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan hukum warga negaranya. Asas legalitas berkaitan erat dengan dua gagasan, yaitu : 1) Gagasan demokrasi Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapat persetujuan dari wakil rakyat. 2) Gagasan negara hukum. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang. Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya mewujudkan paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip monodualistis yang sifat hakikatnya konstitutif. Menurut Indroharto, penerapan asas legalitas akan menunjang berlakunya kepastian hukum dan berlakunya persamaan perlakuan. Ada tiga bentuk tipe negara hukum : 1) Tipe Negara Hukum Liberal Tipe negara ini menghendaki agar negara berstatus pasif, artinya adalah bahwa warga negara harus tunduk pada peraturan-peraturan negara. Penguasa dalam bertindak harus sesuai dengan hukum. Kaum liberal menghendaki agar antara penguasa dan rakyat harus ada persetujuan dalam bentuk hukum. 2) Tipe Negara Formil Yaitu negara hukum yang mendapat pengesahan dari rakyat. Segala tindakan penguasa memerlukan suatu bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara hukum formil disebut pula sebagai negara demokratis yang berlandaskan negara hukum. Menurut Stahl, negara hukum formil harus memenuhi empat unsur,yaitu : a) Harus ada jaminan terhadap hak asasi manusia b) Adanya pemisahan kekuasaan c) Pemerintahan didasarkan pada undang-undang d) Harus ada peradilan administrasi. 3) Tipe Negara Hukum Materiil Negara hukum materiil merupakan perkembangan lebih lanjut dari negara hukum formil. Jika pada negara hukum formil tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang (asas legalitas) maka dalam negara hukum materiil untuk kepentingan warga negara dalam hal keadaan yang mendesak maka penguasa dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang (asas opportunitas). c. Tipe Negara Kemakmuran Pada tipe negara kemakmuran,negara mengabdi sepenuhnya kepada masyarakat. Dalam negara kemakmuran, negara merupakan satu-satunya alat untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat. Negara aktif menyelenggarakan kemakmuram untuk kepentingan seluruh rakyat dan negara. Jadi, pada tipe negara ini maka tugas negara semata-mata adalah menyelenggarakan kemakmuran untuk rakyat semaksimal mungkin. TIPE NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Dalam sejarah teori ketatanegaraan tersebut kita dapat menemukan tipe negara modern yaitu adanya demokrasi perwakilan dan merupakan bangunan negara hukum yang demokratis. Bentuk negara hukum yang demokratis (democratische-rechstaat/welfare state) menjadi cita-cita seluruh negara modern saat ini. Berdasarkan karakteristik tipe negara tersebut maka kita dapat menyimpulkan bahwa Negara Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara modern. Konstitusi negara Republik Indonesia yang telah diamandemen dalam Pasal 1 ayat (1,2 dan 3) telah dengan jelas menyebutkan karakteristik cita-cita negara modern tersebut, yaitu : Pasal 1 UUD 1945 (1) Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang Dasar. (3) Negara Indonesia adalah negara hukum. Selain itu, alasan bahwa Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara modern adalah sebagai berikut : 1. Negara RI tidak memiliki ciri-ciri seperti yang terdapat dalam tipe negara Timur Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno dll yang berciri teokrasi, absolut, negara kota dengan demokrasi langsung, kerajaan yang absolut atau feodalistis. 2. Konstitusi negara RI baik sebelum maupun setelah amandemen telah mencanangkan adanya demokrasi perwakilan dan berupaya menciptakan bangunan negara hukum yang demokratis. Pemilihan presiden secara langsung dalam sistem pemilu di Indonesia tidak berarti bahwa kita melaksanakan demokrasi secara langsung. Wujud demokrasi langsung yang sesungguhnya adalah dengan sistem referendum dimana rakyat terlibat secara langsung dan merupakan subjek yang langsung memutuskan berbagai kebijakan. Dalam sistem pemilu di Indonesia, rakyat memilih presiden secara langsung namun presiden yang nanti terpilihlah yang bertindak sebagai eksekutif yang akan memutuskan kebijaksanaan yang akan dijalankan dalam pemerintahan. Oleh karena itu lebih tepat jika Indonesia menjalankan demokrasi perwakilan atau menjalankan republik. 3. Negara RI mensyaratkan rakyat untuk pada hukum dan nilai-nilai Ketuhanan yang dianutnya. Hal ini memunculkan konsep bahwa negara kita berciri negara nomokratis yaitu nomokratis Pancasila. Nomokratis → nomoi (hukum) dan kratein (pemerintahan atau kekuasaan). Penegasan Indonesia sebagai negara hukum terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandement yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi dari negara hukum adalah bahwa seluruh sikap, kebijakan, perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai hukum. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Dengan demikiran dapat disimpulkan bahwa dalam teori tipe-tipe utama negara yang berkembang dalam sejarah kita dapat mengetahui bahwa negara RI dikonstruksikan untuk menjadi negara modern, yaitu negara hukum yang demokratis dan merupakan nomokrasi Pancasila. BAB VIII TEORI BENTUK NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN A. BENTUK NEGARA Bentuk negara menyatakan susunan atau organisasi negara secara keseluruhan, mengenai struktur negara yang meliputi segenap umsur-unsurnya, yaitu daerah, bangsa dan pemerintahan. Bentuk negara melukiskan dasar negara, susunan dan tata tertib suatu negara berhubungan dengan organ tertinggi di negara itu itu dan kedudukan masing-masing organ dalam kekuasaan negara. Teori bentuk negara bermaksud membahas sistem penjelmaan politis dari unsur-unsur negara. 1. Monarchie Monarchie (Kerajaan, Kesultanan, Kekaisaran) ialah negara yang dikepalai oleh seorang raja, bersifat turun temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain raja, kepala negara monarki dapat berupa Kaisar (Kaisar Jepang dan China sebelum dijajah Inggris), Syah (Syah Iran) dan Sultan (Sultan Brunei). Bentuk negara monarki dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu : a. Monarki Mutlak (Absolut) Yaitu seluruh kekuasaan negara berada di tangan raja dimana raja mempunyai kekuasaan dan wewenang mutlak dan tidak terbatas. Misalnya : 1) Prancis di bawah Louis XIV dan XVI 2) Spanyol di bawah Raja Philip II 3) Rusia di bawah Tsar Nicholas b. Monarki Terbatas (Monarki Terbatas/Monarki dengan undang-undang). Yaitu suatu negara monarki dimana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi/UUD. Misalnya : 1) Kerajaan Inggris dengan konstitusinya yang bersumber pada kebiasaan (konvensi). b) Monarki Parlementer Yaitu suatu monarchi dimana terdapat suatu parlemen dimana para menteri bertanggung jawab sepenuhnya. Contoh : Kerajaan Belanda. 2. Republik Republik berasal dari bahasa latin, respublica yang artinya kepentingan umum. Negara republik adalah negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh Presiden sebagai kepala negara yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu (Di AS, presiden menjabat selama 4 tahun dan di Indonesia selama 5 tahun). Negara yang berbentuk republik contohnya adalah Republik Indonesia, Republik Filipina, Republik Rakyat China. Macam-macam bentuk republik : a. Republik dengan sistem pemerintahan secara langsung (system referendum) → Yunani Kuno dan Romawi Kuno. b. Republik dengan sistem pemerintahan perwakilan rakyat (system parlementer) → Republik Indonesia pada saat berlakunya UUD 1950. c. Republik dengan sistem pemisahan kekuasaan (system presidensil) → Republik Indonesia. Pendapat beberapa ahli tentang bentuk negara adalah sebagai berikut : 1. Niccolo Machiavelli Dalam bukunya Il Principe (Sang Raja), Niccolo Machiavelli menyatakan bahwa bentuk negara adalah republik dan monarki. 2. Jellinek Dalam bukunya Algemeine Staatslehre, Jellinek membedakan bentuk negara monarki dan republik berdasarkan pembenukan kemauan negara. Bila pembentukan kemauan negara ditentukan oleh seorang saja maka bentuk negaranya adalah monarki. Sedangkan jika kemauan negara ditentukan oleh lebih dari satu orang maka negara yang terbentuk adalah republik. Namun, jika bertitik tolak pada pendapat Jellinek, maka negara Inggris, Swedia, Norwegia, Denmark, Nederland dan Belgia harus dikategorikan sebagai negara republik sebab negara-negara tersebut terbentuk karena kemauan orang banyak, namun kenyataannya menurut HTN, negara-negara tersebut berbentuk monarki. Dengan demikian, alasan Jellinek kurang dapat diterima. 3. Leon Duguit Dalam bukunya, Traitede Droit Constitutionel, ia berpendapat bahwa untuk menentukan apakah suatu negara berbentuk republik atau monarki adalah dengan menggunakan ’cara penunjukkan/pengangkatan kepala negara’. Jika kepala negara diangkat berdasarkan keturunan maka bentuk negaranya adalah monarki. Sedangkan jika kepala negara diangkat berdasarkan pemilihan maka bentuk negaranya adalah republik. 4. Otto Koellreuter Otto menggunakan ukuran kesamaan dan ketidaksamaan dalam membedakan bentuk negara. Sebenarnya ia setuju dengan Duguit tetapi karena ia seorang fasis Jerman,maka Ia membagi negara ke dalam tiga bentuk, yaitu :
B. BENTUK PEMERINTAHAN Teori mengenai bentuk pemerintahan meninjau bentuk negara secara yuridis. Bermaksud untuk mengungkapkan sistem yang menentukan hubungan antara alat-alat perlengkapan negara dalam menentukan kebijakan negara. Hal ini dapat ditemui dalam konstitusi negara. Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu : 1. Sistem Menurut Carl J. Friedrich, sistem adalah suatu keseluruhan terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik diantara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya. Sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian. Akibatnya, jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya. 2. Pemerintahan Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri. Oleh karena itu jika kita membicarakan tentang sistem pemerintahan pada dasarnya adalah membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara itu, dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat. Pada dasarnya sistem pemerintahan dapat dibedakan dalam : 1. Sistem Parlementer Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan antara eksekutif dan legislative (badan perwakilan) mempunyai hubungan yang erat. Hal ini disebabkan karena adanya pertanggungjawaban para menteri kepada parlemen. Setiap kabinet yang dibentuk harus mendapat dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen. Dengan demikian kebijakan parlemen atau kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen. Ciri-ciri umum dari sistem pemerintahan parlementer adalah : a. Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri dibentuk oleh atau atas dasar kekuatan dan atau kekuasaan-kekuasaan yang menguasai parlemen. b. Para kabinet mungkin seluruhnya atau para anggota kabinet mungkin seluruh anggota parlemen, atau tidak seluruhnya dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen. c. Kabinet dengan ketuanya (eksekutif) bertanggung jawab kepada parlemen. d. Kepala negara dengan saran PM dapat membubarkan kabinet. e. Kekuasaan kehakiman secara prinsipil tidak digantungkan kepada lembaga eksekutif dan legislatif. 2. Sistem Presidensiil Adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat. Dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan parlemen. Ciri-ciri pemerintahan presidensiil : a. Presiden adalah kepala eksekutif yang memimpin kabinetnya yang semuanya diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya. Ia sekaligus merupakan kepala negra (lambang negara) dengan masa jabatan yang telah ditentukan dengan pasti oleh UUD. b. Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif tetapi dipilih oleh sejumlah pemilih. Oleh karena itu ia bukan bagian dari badan legislatif seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif. Sebaliknya, Presiden tidak dapat membubarkan legislatif. d. Komparasi Sistem Pemerintahan Parlementer dengan Sistem Pemerintahan Presidensiil Perbedaan diantara dua sistem pemerintahan tersebut disebabkan karena perbedaan latar belakang sejarah politik masing-masing negara. Secara umum perbedaan diantara dua sistem pemerintahan tersebut adalah : Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem Pemerintahan Presidensiil 1. Latar Belakang Timbulnya Timbul dari bentuk negara monarki yang kemudian mendapat pengaruh dari pertanggungjawaban menteri. Raja berfungsi sebagai faktor stabilisasi jika terjadi perselisihan antara eksekutif dan legislatif. Misalnya : kerajaan Inggris, Belanda, Perancis. 2 Keuntungan Penyesuaian antara pihak eksekutif dan legislatif dapat lebih mudah dicapai. 3. Kelemahan a. Pertentangan antara eksekutif dan legislatif dapat terjadi sewaktu-waktu, menyebabkan kabinet harus mengundurkan diri dan akibatnya pemerintahan tidak stabil. b. Sebaliknya, Presiden dapat membubarkan legislatif. c. Pada sistem parlementer dengan multi partai (kabinet koalisi) apabila terjadi mosi tidak percaya dari beberapa partai politik sehingga sering terjadi pergantian kabinet. 1. Latar Belakang Timbulnya Timbul dari keinginan untuk melepaskan diri dominasi kekuasaan raja dengan mengikuti ajaran Montesquieu dengan ajaran Trias Politika. Misalnya : negara USA timbul sebagai reaksi kebencian terhadap raja George III (Inggris). 2. Keuntungan Pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan itu stabil. 3. Kelemahan Dapat terjadi kemungkinan tujuan negara yang telah ditetapkan oleh eksekutif berbeda dengan legislatif. 3. Sistem Quasi Sistem pemerintahan quasi merupakan bentuk variasi dari sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer. Dalam sistem ini dikenal dua macam quasi, yaitu : a. Quasi Presidensiil Presiden merupakan kepala pemerintahan dengan dibantu oleh kabinet (ciri presidensiil) tetapi dia bertanggung jawab kepada lembaga dimana dia bertanggung jawab sehingga lembaga ini (legislatif) dapat menjatuhkan presiden/eksekutif (ciri sistem parlementer). Misalnya : sistem pemerintahan Republik Indonesia. b. Quasi Parlementer 4. Sistem Referendum Referendum adalah suatu kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memberikan keputusan setuju atau tidak setuju terhadap kebijaksanaan yang ditempuh oleh parlemen atau setuju atau tidak setuju terhadap kebijaksanaan yang dimintakan persetujuan kepada rakyat. Sistem referendum merupakan bentuk variasi dari sistem quasi (quasi presidensiil) dan sistem presidensiil murni. Tugas pembuat undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum.Dalam sistem ini pertentangan antara eksekutif dan legislatif jarang terjadi. Berkaitan dengan pengawasan rakyat dalam bentuk referendum maka dikenal tiga macam sistem referendum, yaitu : a. Referendum Obligator Jika persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan dalam suatu pembuatan peraturan perundang-undangan yang akan mengikat rakyat seluruhnya. Misalnya : persetujuan yang dibuat oleh rakyat dalam pembuatan UUD. b. Referendum Fakultatif Sekelompok masyarakat berhak untuk meminta disahkannya suatu undang-undang (melalui referendum) yang telah dibuat oleh parlemen setelah diumumkan. Hal ini biasanya dilakukan terhadap undang-undang biasa. c. Referendum consultatif Yaitu referendum untuk soal-soal tertentu yang teknisnya rakyat tidak tahu. Keuntungan dari sistem referendum adalah bahwa dalam setiap masalah negara, rakyat ikut serta menanggulanginya dan kedudukan pemerintah stabil sehingga pemerintah akan memperoleh pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyat. Kelamahan dari sistem referendum adalah bahwa rakyat tidak mampu menyelesaikan setiap masalah yang timbul karena untuk mengatasi suatu persoalan diperlukan pengetahuan yang luas dari rakyat. Selain itu, sistem ini tidak dapat dilaksanakan jika banyak terdapat perbedaan faham antara rakyat dan eksekutif yang menyangkut kebijaksanaan politik. Contoh sistem pemerintahan referendum adalah Swiss. C. SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
6) Menteri Negara adalah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukan menteri tidak tergantung pada DPR tetapi pada Presiden. Pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan wewenang sepenuhnya Presiden (Pasal 17 ayat 2). Menteri bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan petunjuk dan persetujuan Presiden, menteri-menterilah yang sebenarnya menjalankan pemerintahan di bidangnya masing-masing. 7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas Kepala negara bukanlah dikatator karena ia harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada MPR.
1) Mengurangi/mengendalikan kekuasaan presiden. 2) Mengembalikan hak legislasi kepada DPR, sedangkan presiden berhak untuk mengajukan RUU kepada DPR. b. Perubahan Kedua UUD 1945 Perubahan kedua terhadap UUD 1945 dilakukan pada substansi yang meliputi pemerintahan daerah, wilayah negara, warganegara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan negara, bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan, serta DPR, khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak maupun tentang tata cara pengisiannya. Berkaitan dengan pengisian keanggotaan DPR, maka semua anggota DPR dipilih secara langsung oleh rakyat. c. Perubahan Ketiga UUD 1945 Perubahan ketiga dilakukan menurut teori konstitusi, terhadap susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar. Dari perubahan terhadap UUD 1945 terlihat bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan pr esidensiil. Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil terlihat pada : 1) Prosedur pemilihan presiden dan wakil presiden 2) Pertanggung jawaban presiden dan wakil presiden atas kinerja kerjanya sebagai lembaga eksekutif. d. Perubahan Keempat UUD 1945 Ada sembilan item pasal substansial pada perubahan keempat UUD 1945, antara lain : 1) Keanggotaan MPR Berkaitan dengan keanggotaan MPR dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Hal ini berarti tidak ada satupun anggota MPR yang keberadaannya diangkat sebagaimana yang terjadi sebelum amandemen, dimana anggota MPR yang berasal dari unsur utusan daerah dan ABRI melalui proses pengangkatan, bukan pemilihan. 2) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahap kedua 3) Kemungkinan Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap. 4) Kewenangan Presiden Kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara mengalami perubahan mendasar dimana setiap kebijakan Presiden harus mendapat persetujuan atau sepengetahuan DPR. Perubahan keempat ini membatasi kewenangan Presiden yang sebelumnya. 5) Keuangan negara dan bank sentral 6) Pendidikan dan kebudayaan 7) Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial 8) Aturan tambahan dan aturan peralihan 9) Kedudukan penjelasan UUD 1945. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terjadi pada perubahan terhadap UUD 1945, langsung atau tidak langsung mempengaruhi sistem pemerintahan, diantaranya pada :
D. SUSUNAN NEGARA Susunan negara menyatakan struktur organisasi dan fungsi pemerintahan dengan tidak menyinggung struktur daerah maupun bangsa. Susunan negara juga menyangkut bentuk negara yang ditinjau dari segi susunannya yaitu berupa : 1. Negara kesatuan à yaitu negara yang bersusunan tunggal. 2. Negara Federasi à yaitu negara yang bersusunan jamak. a. Negara Kesatuan Negara kesatuan disebut juga uniterisme atau eenheistaat, yaitu suatu negara yang merdeka dan berdaulat dimana di seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintah yaitu pemerintah pusat. Pemerintah pusatlah yang mengatur seluruh daerah. Jadi tidak terdiri dari beberapa negara yang berstatus negara bagian (deelstaat) atau negara dalam negara. Dengan demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijakan-kebijakan pemerintah dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah serta di dalam atau di luar negeri. Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, kesatuan (unity) dan monosentris (berpusat pada satu). Macam-macam negara kesatuan : a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi Dalam negara kesatuan dengan sistem sentralisasi maka semua urusan diurus oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak mempunyai hak untuk mengatur daerahnya, pemerintah daerah hanya melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Contoh : Jerman di bawah Hitler. b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi Dalam negara kesatuan dengan sistem desentralisasi maka kepada daerah diberi kesempatan dan kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. (otonomi daerah). Contoh : Republik Indonesia. 2. Negara Federasi Federasi berasal dari kata feodus yang berari perjanjian atau persetujuan. Dalam negara federasi atau negara serikat (bondstaat/bundesstaat) merupakan dua atau lebih kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus negara berjanji untuk bersatu dalam suatu ikatan politik, dimana ikatan tersebut akan mewakili mereka secara keseluruhan. Jadi merupakan suatu negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat, karena yang berdaulat adalah persatuan dari negara-negara tersebut yaitu negara serikat (pemerintah federal). Jadi, awalnya masing-masing negara bagian tersebut merupakan negara yang merdeka, berdaulat serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan dalam suatu negara serikat maka negara yang tadinya berdiri sendiri, sekarang menjadi negara bagian dan melepaskan sebagian kekuasaan yang dimilikinya dan menyerahkannya kepada negara serikat. Kekuasaan yang diserahkan disebutkan satu demi satu sehingga hanya kekuasaan yang disebutkan saja yang diserahkan kepada negara serikat (delegated powers). Umumnya, kekuaaan yang diserahkan adalah hal-hal yang berhubungan dengan luar negeri, pertahanan negara, keuangan dan pos. Dengan demikian kekuasaan yang diberikan bersifat terbatas karena kekuasaan yang asli tetap ada pada negara bagian. Anggota-anggota federasi tidak berdaulat dalam arti yang sesungguhnya karena federasilah yang berdaulat. Anggota suatu federasi disebut negara bagian (deelstaat, state, anton, lander). Bentuk negara federasi tidak dikenal pada zaman kuno maupun abad pertengahan, namun baru dikenal sekitar tahun 1787 ketika pembentuk konstitusi Amerika Serikat memilih federasi sebagai bentuk pemerintahan mereka. Menurut C.F. Strong, dalam bukunya Modern Political Institution diperlukan dua syarat untuk mewujudkan suatu negara federasi, yaitu : a. Harus ada perasaan nasional (a sense of nationality) diantara anggota-anggota kesatuan-kesatuan politik yang hendak berfederasi. b. Harus ada keinginan dari anggota-anggota kesatuan politik akan persatuan (union). Selain itu, negara federasi memiliki tiga ciri khas, yaitu : a. Adanya supremasi konstitusi federasi. b. Adanya pembagian kekuasaan (distribution of power) antara negara bagian dengan negara federal. c. Adanya suatu kekuasaan tertinggi yang bertugas menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul antara negara bagian dengan negara federal. E. APLIKASI DI INDONESIA Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa : ”....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada.....” Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 : ”Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Kemudian, sesuai dengan musyarawarah Badan PPKI menyimpulkan bahwa bentuk negara adalah republik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa definisi, yaitu : 1. Bentuk negara bukan monarki (kerajaan) → Pasal 1 ayat (1) : ”Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dan bukan kerajaan. 2. Kepala negara dipilih dan tidak turun temurun → Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 : ”Presiden dan wapres dipilih oleh rakyat dan tidak turun termururun. 3. Masa jabatan kepala negara ditentukan dalam jangka waktu tertentu → Pasal 7 UUD 1945 : Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun. BAB IX TEORI KEDAULATAN Teori kedaulatan (Souvereiniteit) pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam negara. Sifat-sifat kedaulatan adalah tunggal, asli dan tidak terbagi. Setiap masyarakat dalam suatu negara mengakui adanya kekuasaan yang paling tinggi dalam hidup mereka kekuasaan tertinggi inilah yang mendominasi hidup mereka, menjadi alasan yang menguasai hidup mereka. Demikian pula dengan suatu negara yang merupakan pencerminan rakyat mengakui adanya kekuasaan yang tertinggi. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau golongan untuk dapat merubah sikap dari kebiasaan orang lain. Pada intinya, hanya ada tiga hal yang dianggap berdaulat dalam suatu masyarakat atau negara, yaitu : 1. Tuhan Tuhan dikatakan memiliki kekuasaan tertinggi atau berdaulat karena Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu dan berkuasa atas segala sesuatu. 2. Raja Raja dikatakan berdaulat karena secara konkret dapat memerintah dan mengatur rayat yang hidup dalam naungan kekuasaannya secara bijaksana. Namun seringkali kekuasaan raja yang absolut menyebabkan tirani dan menindas rakyat sehingga timbul pemikiran bahwa raja tidak pantas berdaulat, rakyatlah yang harus berdaulat atas dirinya sendiri. 3. Rakyat Rakyat diletakkan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi (berdaulat) untuk menghindari penindasan dari raja yang absolut dan orang yang mengatasnamakan agama. Pada masa renaissance atau aufklarung (abad pencerahan), para pendeta yang mengatasnamakan agama Kristen dan kaum Monarch di Eropa berebut kekuasaan untuk menguasai kehidupan rakyat. Keduanya berusaha meyakinkan rakyat sebagai wakil Tuhan di muka bumi (cari : teori Dua Pedang). Pemikiran bahwa rakyatlah yang berdaulat menimbulkan ide kedaulatan rakyat dan pemerintahan dari rakyat dan oleh rakyat melalui parlemen (demokrasi perwakilan). Pelaksanaan teori kedaulatan rakyat berikutnya melahirkan teori kedaulatan hukum. Sedangkan pelaksana teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat memunculkan teori kedaulatan negara. Pada awalnya, dalam Ilmu Negara umum terdapat lima teori kedaulatan namun pada perkembangan terakhir kaum pluralis memunculkan teori kedaulatan plural yang meletakkan kedaulatan secara fungsional kepada beberapa hal/instansi. Teori kedaulatan yang dikenal saat ini adalah : 1. Teori Kedaulatan Tuhan à melahirkan sifat Teosentris = Teokrasi. 2. Teori Kedaultan Raja à melahirkan sifat Monarkis. 3. Teori Kedaulatan Rakyat à melahirkan sifat Demokratis 4. Teori Kedaulatan Negara à melahirkan sifat Fascistis/Otoritarian. 5. Teori Kedaulatan Hukum à melahirkan sifat Nomokratis (rechstaat dan rule of law). 6. Teori Kedaulatan Pluralis à melahirkan sifat Pragmatis-Pluralis. A. TEORI KEDAULATAN TUHAN Teori Kedaulatan Tuhan mengatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam satu negara adalah milik Tuhan. Teori ini berkembang pada abad pertengahan (abad V – XV). Perkembangan teori ini berkaitan erat dengan perkembangan agama Katolik yang baru muncul yang diorganisir oleh gereja. Sehingga pada saat itu ada dua organisasi kekuasaan, yaitu organisasi kekuasaan negara yang diperintah oleh raja dan organisasi kekuasaan gereja yang dikepalai oleh Paus. Awalnya perkembangan agama Katolik/Kristen ditentang dengan sangat kuat karena bertentangan dengan kepercayaan yang dianut yaitu pantheisme (penyembahan kepada dewa-dewa). Namun pada akhirnya agama Kristen/Katolik dapat berkembang dengan baik dan bahkan diakui sebagai satu-satunya agama resmi, agama negara. Sejak saat itu, gereja mempunyai kekuasaan yang nyata dan dapat mengatur kehidupan negara, tidak saja yang bersifat keagamaan tetapi juga yang bersifat keduniawian. Hal ini seringkali menimbulkan permasalahan karena baik gereja maupun negara kadang-kadang mengeluarkan peraturan tersendiri untuk mengatasi masalah yang sama. Selama peraturan tersebut tidak bertentangan tentu saja tidak menimbulkan masalah, namun jika peraturan tersebut saling bertentangan maka timbul persoalan, peraturn mana yang akn ditaati. Penganut teori teokrasi antara lain adalah Augustinus, Thomas Aquinas dan Marsilius. B. TEORI KEDAULATAN RAJA Menurut Marsilius, kekuasaan tertinggi dalam negara ada pada raja karena raja adalah wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan di dunia. Oleh karena itu raja berkuasa mutlak dan merasa bahwa seluruh tindakannya adalah kehendak Tuhan. teori ini terutama dipakai pada zaman renaissance. C. TEORI KEDAULATAN NEGARA Menurut George Jellineck, hukum diciptakan oleh negara. Adanya hukum karena adanya negara. Jellineck mengatakan bahwa hukum merupakan penjelmaan kemauan negara. Negara adalah satu-satunya sumber hukum, oleh karena itu kekuasaan tertinggi harus dimiliki oleh negara. D. TEORI KEDAULATAN HUKUM Leon Duguit dalam bukunya, Traite de Droit Constitutionel berpendapat bahwa hukum merupakan penjelmaan dari kemauan negara tetapi negara tunduk pada hukum yang dibuatnya. Menurut Krabbe, yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara adalah hukum. Atas kritik Krabe, Jellineck yang berpendapat bahwa kekuasaan tertinggi dimiliki oleh negara, mempertahankan pendapatnya dengan mengemukakan teori Selbstbindung yaitu teori yang menyatakan bahwa negara tunduk pada hukum secara sukarela. Tetapi menurut Krabbe, selain negara masih ada faktor kesadaran hukum dan rasa keadilan, dengan demikian, yang berdaulat tetap hukum dan bukan negara. Paham Krabbe dipengaruhi aliran historis yang dipelopori oleh Von Savigny yang menyatakan bahwa hukum timbul bersama-sama dengan kesadaran hukum masyarakat. Hukum tidak tumbuh atas kehendak negara atau kemauan negara, oleh karena itu berlakunya hukum terlepas dari kemauan negara. E. TEORI KEDAULATAN RAKYAT Ajaran dari kaum Monarchomachen khususnya ajaran dari Johannes Althusius diteruska oleh sarjana dari aliran hukum alam, tetapi sarjana dari aliran hukum alam ini mempunyai kesimpulan baru yaitu bahwa semua individu melalui perjanjian masyarakat membentuk masyarakat dan kepada masyarakat inilah para individu menyerahkan kekuasaannya. Selanjutnya, masyarakat menyerahkan kekuasaan tersebut kepada raja. Jadi sesungguhnya raja mendapatkan kekuasaan dari individu-individu tersebut. Individu-individu tersebut mendapatkan kekuasaan dari hukum alam. Hukum alam inilah yang menjadi dasar kekuasaan raja. Dengan demikian kekuasaan raja dibatasi oleh hukum alam dan karena raja mendapatkan kekuasaan dari rakyat maka yang memegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Jadi, yang berdaulat adalah rakyat, raja hanya merupakan pelaksana dari apa yang telah diputuskan atau dikehendaki oleh rakyat. Hal ini menimbulkan ide baru tentang kedaulatan, yaitu kedaulatan rakyat yang dipelopori oleh J.J. Rousseau. Menurut pendapat Rousseau, rakyat bukanlah penjumlahan dari individu-individu di dalam negara tetapi kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu dan yang mempunyai kehendak. Kehendak diperoleh dari individu melalui perjanjian masyarakat. Kehendak tersebut oleh Rousseau disebut kehendak umum (volonte generale) yang dianggap mencerminkan kehendak umum. Jika yang dimaksud rakyat adalah penjumlahan individu-individu dalam negara maka kehendak yang ada padanya bukan kehendak umum (volonte generale) tetapi volonte de tous. Jika pemerintahan negara dipegang oleh beberapa/segolongan orang yang merupakan kesatuan tersendiri dalam negara dan mempunyai kehendak sendiri (volonte de corps), maka volonte generale akan jatuh bersamaan dengan jatuhnya volonte de corps. Jika pemerintahan hanya dipegang oleh satu orang yang mempunyai kehendak sendiri (volonte particuliere) maka volonte generale akan jatuh bersamaan dengan jatuhnya volonte particuliere. Oleh karena itu pemerintahan harus dipegang oleh rakyat, rakyat mempunyai perwakilan dalam pemerintahan agar volonte generale dapat terwujud. Kedaulatan rakyat menurut Rousseau pada prinsipnya adalah cara untuk memecahkan masalah berdasarkan sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum. Kehendak umum bersifat abstrak (hanya khayalan) dan kedaulatan adalah kehendak umum. Teori kedaulatan rakyat diikuti oleh Immanuel Kant yang mengatakan bahwa tujuan negara adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warga negaranya. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas perundang-undangan dan yang berhak membuat undang-undang adalah rakyat. Oleh karena itu undang-undang merupakan penjelmaan kemauan rakyat sehingga yang memiliki kekuasaan tertinggi atau berdaulat adalah rakyat. F. TEORI KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Amandemen ketiga menyatakan bahwa : ”Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang”. Berdasarkan pasal tersebut jelaslah bahwa negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat. Rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi. Disamping itu, karena negara Republik Indonesia menganut demokrasi yang berdasarkan konstitusi (constitutional democracy), maka kedaulatan harus dilaksanakan berdasarkan konstitusi (menurut UUD). Frasa ’menurut UUD’ menimbulkan tafsiran lebih lanjut bahwa kedaulatan harus dijalankan berdasarkan pembagian kekuasaan yang ada dalam konstitusi. Kedaulatan harus dijalankan secara fungsional oleh lembaga-lembaga yang disebutkan oleh konstitusi. Hal ini berarti bahwa masing-masing lembaga menjalankan kedaulatan berdasarkan fungsinya masing-masing. Dengan demikian kedaulatan tidak lagi berada pada satu lembaga tetapi secara plural berada pada lembaga-lembaga yang dibentuk UUD. Hal inilah yang menimbulkan teori kedaulatan pluralis dimana kekuasaan tertinggi diletakkan menurut fungsi kelembagaan masing-masing, mekanisme hubungan tata kerja antar lembaga dapat berjalan dengan demokratis. Sebagian pakar termasuk Ismail Sunny berpendapat bahwa selain menganut kedaulatan rakyat, negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan dan kedaulatan Hukum sekaligus. Pernyataan bahwa negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan didasarkan pada Pembukaan UUD 1945 (”Atas berkat rahmat Allah). Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 menyebutkan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh sendi kehidupan negara harus mengacu pada nilai-nilai Ketuhanan. Pilihan norma dan keputusan politik tidak boleh menyimpang dari nilai ketuhanan (ajaran agama) yang diakui oleh seluruh bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara mendudukkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Sedangkan pernyataan bahwa Indonesia menganut teori kedaulatan hukum terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 amandemen ketiga yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan bukan negara atas kekuasaan belaka (machstaat). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum sekaligus. Dalam operasionalisasi kedaulatan, negara Republik Indonesia menganut teori kedaulatan pluralis karena masing-masing lembaga berdaulat atas fungsinya yang telah diberikan oleh konstitusi. Dikatakan pluralis karena tidak ada lagi lembaga tunggal yang memegang kedaulatan. |
Your browser does not support viewing this document. Click here to download the document.
|