Asal Usul Kata Batak bukan dari Batak Batak bukan dari Batak, tapi dikonstruksi para musafir Barat dan dikukuhkan misionaris Jerman . Kata Batak diambil para musafir dari penduduk pesisir untuk menyebut kelompok etnik pegunungan dengan nama bata. Tapi nama yang diberikan penduduk pesisir ini berkonotasi negatif bahkan cenderung menghina untuk menyebut penduduk pegunungan itu sebagai kurang beradab, liar, dan tinggal di hutan.
Demikian Sejarahwan Unimed Phill Ichwan Azhari. Sejumlah referensi memang sangat minim menjelaskan makna Batak secara etimologi (asal-usul kata) dan genealogis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ada dua lema tentang ’Batak’. Pertama, Batak berarti petualang, pengembara. Pembatak malah diberi arti perampok dan penyamun. Lema kedua, Batak disebut sebagai suku bangsa di Sumatera Utara.
Eron Damanik mengatakan, nama Batak memang tidak terdapat secara jelas, tetapi beberapa istilah yang dicatat adalah seperti Batta; Batas, Bata, Batech, dll. Semua istilah ini merujuk kepada pemaknaan: Liar, Kanibal dan belum beradab.
Sama halnya dengan Melayu yang bukan merujuk pada kelompok etnis, tetapi kelompok kebudayaan, yakni mereka yang berada di pesisir pantai. Nicolo menyebut ‘Batech’ pada waktu menjelaskan orang Pedalaman (Inland) Lambri dan Pasai, dimana mereka ini hidup liar dan uncivilized.
Justru, orang yang pertama menulis term ‘Bata’ yang dekat dengan term ‘batak’ dewasa ini adalah Pinto. Pinto pada saat itu Ia ada di Malaka, hingga tahun 1539 pada waktu serangan Aceh (Lambri) dizaman Al Qahar-II ke Aru Delitua.
Menurut Perret, kedua istilah: Batak dan Melyu muncul pada abad ke-15, dan semakin intensif digunakan atau dikontruksi oleh orang luar (pengelana Barat) untuk memisahkan orang di pedalaman (yang belum beradab) yang disebut dengan Batak dengan orang di pesisir pantai (sudah beradab) yang disebut dengan Malay. Pada abad ke-17, tulisan tentang kedua kelompok ini hilang dari peredaran dan muncul kembali sejak abad ke-18. Pada abad ke-19, semakin mengemuka apalagi pada waktu kedatangan Anderson pada tahun 1823, dan semakin dipertegas lagi pada saat Jacobus Nienhuys yang membuka perkebunan tembakau.
Pada akhirnya, sejak era kemerdekaan nama itupun dicatat sebagai nama etnis yakni Batak yang terdiri dari lima sub etnis yakni Toba, karo, Simalungun, Pak-pak, dan Mandailing Angkola. Jadi, sesungguhnya Konsep Batak dan Melayu adalah dua konsep yang diciptakan dari luar terutama oleh penulis-penulis abad ke-14-15M.
Sementara menurut Thompson Hs, kata ‘Batak’ memang tidak disinggung langsung dalam pustaka-pustaka khususnya Toba, tapi ada istilah ‘bataha’ yang bisa berasosiasi menjadi Batak. Istilah Batak sudah muncul melalui catatan-catatan sebelum kedatangan misionaris ke tanah Batak. Secara etimologis “batak” masih perlu diusut pengertiannya. Jadi tidak cukup dari arti kamus seperti yang dilakukan di KUBI atau KBBI.
“Baru-baru ini saya melihat sebuah dokumen hasil penelitian DNA seorang Toba dan Karo yang menyimpulkan asal-usul DNA berasal dari kelompok Afrika (Kenya). Batak sebagai genealogis dapat menjelaskan pengertian dan asal-usul aslinya. Tapi batak secara kultur sudah dikonstruksi oleh sejarah, seperti sejarah Melayu, Jawa, Bugis, dan lain-lain. “Kapak membela kayu, batak menjadi melayu” itu adalah sejarah. Jadi Ichwan Azhari bisa juga mengusut genealogis dan kulturnya di balik upaya penelitian ilmiah. karena kepentingan ilmiah juga tidak selalu netral,” ujar Thompson.
Memang perkembangan kebiasaan Batak menyatakan diri sebagai Batak lebih aktif dilakukan oleh orang Toba, meskipun mereka sudah menerima anutan agama di luar praktik agama kuno. Disadari atau tidak, Toba menjadi dominan sebagai Batak melalui penggunaan bahasa dan tindak sub-kulturnya, sehingga masalah internal kebatakan tidak jarang menuduh orang toba “tukang monopoli” kebatakan itu.
Menurut Thompson, istilah Batak dengan variasi ucapannya sudah muncul melalui catatan-catatan pra misionaris dan kolonial. Bahkan sebelum kolonial belum menyentuh Batak, istilah itu sudah disinggung Raffles dan William Marsden dalam bukunya. Catatan dalam naskah Cina pra kolonialisme juga sudah menyingung istilah Batak itu. Mungkin rumusan atau konstruksi yang dilakukan misionaris dan kolonial pada masa perkebunan di Deli hanya semacam penguatan, seperti analogi nama Indonesia, yang sesungguhnya dilakukan oleh seorang Jerman.
“Kita tunggu maksud konteks penelitian Ichwan Azhari, apakah mau membeberkan batak secara genealogis atau politik baru dikotomi Melayu dan Batak. Itu bagus agar orang-orang yang merasa Batak dapat melihat dirinya kembali dalam nuansa post-kolonialisme. Mungkin saja Ichwan Azhari melakukan hal itu untuk menemukan identitasnya di balik metode dan gengsi ilmiah, apakah dia Melayu atau campuran bukan Melayu. hehehe..” ujar Thompson mengakhiri.
=====================================================================================================================
Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan sendiri mempunyai 5 (lima) orang putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang.
Dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di Tapanuli baik ke utara maupun ke selatan sehingga munculah berbagai macam marga Batak. Semua marga-marga ini dapat dilihat kedudukan dari Si Raja Batak
Batak adalah nama sebuah suku bangsa di Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukim di Sumatra Utara. Sebagian orang Batak beragama Kristen dan sebagian lagi beragama Islam. Tetapi dan ada pula yang menganut agama Malim (pengikutnya biasa disebut dengan Parmalim ) dan juga penganut kepercayaan animisme (disebut Pelebegu atau Parbegu).
Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku yang berdiam di wilayah Sumatera Utara, khususnya Tapanuli .
Sub suku Batak adalah: Suku Batak Silindung , Suku Batak Samosir , Suku Batak Humbang ,Suku Batak Toba .
Suku-suku lain yang dinyatakan masuk dalam suku bangsa Batak, yaitu: Karo di Kabupaten Karo , Mandailing di Mandailing Natal , Angkola di Tapanuli Selatan , Padang Lawas (Padang Bolak) di Padang Lawas , Pakpak di Dairi, Pakpak Bharat , Simalungun di Kabupaten Simalungun .
WILAYAH BERMUKIM :
Dalam tata pemerintahan Republik Indonesia yang mengikuti tata pemerintahan Kolonial Belanda, setiap sub suku berdiam dalam satu kedemangan yang kemudian dirubah menjadi kabupaten setelah Indonesia merdeka.
Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tobasa yang wilayahnya meliputi : Balige, Laguboti, Porsea, serta Ajibata (berbatasan dengan Parapat) Nahumaliangna.
Sub suku Batak Samosir berdiam di Kabupaten Samosir yang wilayahnya meliputi : Tele, Baneara, Pulau Samosir, Nahumaliangna.
Sub suku Batak Humbang berdiam di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara bagian utara yang wilayahnya meliputi : Dolok Sanggul, Siborongborong, Lintongnihuta, serta Parlilitan Nahumaliangna.
Sub suku Batak Silindung berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Tarutung, Sipoholon, Pahae, Nahumaliangna.
Suku Batak pun saat ini telah banyak tersebar ke seluruh daerah Indonesia bahkan ke luar negeri .
Diluar negeri ada yang berwiraswasta , kuliah , dll . (bahkan ada juga yang jadi TKI manang TKW . . he ..he..he) .
KEPERCAYAAN :
Batak telah menganut agama Kristen Protestan yang disiarkan oleh para Missionaris dari Jerman yang bernama Nomensen pada tahun 1863. Gereja yang pertama berdiri adalah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan)di huta Dame, Tarutung. Sekarang ini gereja HKBP ada dimana-mana di seluruh Indonesia yang jemaatnya mayoritas suku Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba).Sebelum suku Batak menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaanNya terwujud dalam Debata Natolu .
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:
Tondi
Tondi adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
Sahala
Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
Begu
Begu adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Beberapa begu yang ditakuti oleh orang Batak, yaitu:
Sombaon, yaitu begu yang bertempat tinggal di pegunungan atau di hutan rimba yang gelap dan mengerikan.
Solobean, yaitu begu yang dianggap penguasa pada tempat tempat tertentu
Silan, yaitu begu dari nenek moyang pendiri huta/kampung dari suatu marga
Begu Ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti, karena dapat membinasakan orang lain menurut perintah pemeliharanya.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha, yang walaupun sudah menganut agama Kristen, dan berpendidikan tinggi. Namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.
Contoh : Ada juga kepercayaan yang ada di Tarutung tentang ular (ulok) dengan boru Hutabarat bahwa boru Hutabarat tidak boleh dikatakan cantik di Tarutung. Apabila dikatakan cantik maka nyawa wanita tersebut tidak akan lama lagi, menurut kepercayaan orang itu.
TAROMBO :
Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak khusunya kaum Adam diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu).
Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga .
FALSAFAH BATAK :
Secara umum, suku Batak memiliki falsafah adat Dalihan Natolu paopat Sihal yakni Somba Marhulahula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri), Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak dalam hubungan semarga) , Dan Sihal yaitu ; Dame martetangga jala ringkot mar ale ale (kompak Dalam kehidupan sehari-hari) , falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan orang Batak (Samosir , Silindung , Humbang , Toba).
BAHASA BATAK :
Bahasa Batak sebenarnya merupakan nama sebuah rumpun bahasa yang berkerabat yang dituturkan di Sumatra Utara. Mereka menggunakan aksara Batak
Bahasa Batak bisa dibagi menjadi beberapa kelompok: Bahasa-bahasa Batak Utara , Bahasa Alas , Bahasa Karo , Bahasa Simalungun . Bahasa-bahasa Batak Selatan , Bahasa Angkola-Mandailing , Bahasa Pakpak-Dairi , Bahasa Toba .
BATAK PADA ERA MODERN :
Sejarah Batak modern dipengaruhi oleh dua agama Samawi yakni Islam dan Kristen. Islam makin kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri, melalui aktivitas dakwah yang dilakukan para da'i dari dari negeri Minang. Perluasan penyebaran agama Islam juga pernah memasuki hingga ke daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinan Tuanku Rao dari Sumatera Barat, namun tidak begitu berhasil. Islam lebih berkembang di kalangan Mandailing, Padang Lawas, dan sebagian Angkola.
Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Angkola dan Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba) setelah beberapa kali misi Kristen yang dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil adalah I.L. Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah Tapanuli. Ketika itu, masyarakat Batak yang berada di sekitar Tapanuli, khususnya Tarutung, diberi pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk kaum pria dan keahlian menjahit serta urusan rumah tangga bagi kaum ibu. Pelatihan dan pengajaran ini kemudian berkembang hingga akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli. Nommensen dan penyebar agama lainnya juga berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yang ada saat ini, RS Umum Tarutung dan RS HKBP Balige, yang sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Sementara itu, perkembangan pendidikan formal juga terus berlanjut hingga dibukanya sebuah perguruan tinggi bernama Universitas HKBP I.L. Nommensen (UHN) tahun 1954. Universitas ini menjadi universitas swasta pertama yang ada di Sumatra Utara dan awalnya hanya terdiri dari Fakultas Ekonomi dan Fakultas Theologia.